“Popolulu ini enak banget, bahannya ubi jalar dan gula merah, ya Bu?”
“Eh, minuman omu-nya enak lho,
daging kelapa mudanya lembut,”
Berjalan di tengah hiruk-pikuk
Pasar Seni Rakyat di Desa Huntu, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango di
Gorontalo, adalah kebahagiaan tersendiri. Pasar yang berlokasi di bawah rindangnya
hutan jati ini menggugah nostalgia masa kecil dahulu.
Kegiatan Pasar Seni Rakyat di Desa Huntu Gorontalo (Foto: Dok Banthayo.id (Wawan Akuba) |
Salah satu warga desa menjual Bubur
Dinihoyu, makanan berbahan sagu yang manis khas Gorontalo. Sagu adalah makanan
pokok tertua di Gorontalo. Tak disangka, kedainya laris manis diserbu
pengunjung. Ia menyajikan bubur sagu berwarna kecokelatan karena dicampur gula
aren, berisi potongan daging kelapa muda dan kacang, di atas piring beling
beralas selembar daun pisang.
Baca Juga: Ajakan Mencintai Bumi dari Amanda Katili
Kalian juga bisa mencicipi
segarnya Omu, minuman khas Gorontalo yang terdiri dari air kelapa muda, daging
kelapa, gula merah, dan jeli tepung sagu. Ditambah es batu dan susu kental
manis, makin segar dan nikmat rasanya!
Pasar Seni Rakyat,
Memasyarakatkan Pangan Lokal
Ada kios sayur-mayur yang sayurannya dipetik langsung dari kebun belakang rumah. Sayurannya segar dan sudah dibungkus daun
pisang. Tak perlu memakai kantong plastik lagi untuk membawanya pulang. Ya,
slogan mereka adalah Tanpa Plastik Sekali Pakai sehingga pengunjung harus membawa
kantong sendiri saat berkunjung ke pasar di tengah hutan jati itu.
Melihat antusiasme pengunjung, rasanya optimis pangan lokal Nusantara masih menjadi kegemaran masyarakat di tengah gempuran berbagai jenis makanan asing di Indonesia.
Sebut saja serbuan aneka jenis fast food barat, masakan Jepang, hingga jajanan Korea
yang memikat anak muda Indonesia.
Penduduk desa berjualan sayuran di Pasar Seni Rakyat
|
Zahra Khan adalah seorang putra
daerah yang peduli pangan lokal. Perempuan kelahiran Gorontalo tahun 1985 ini adalah lulusan S2 Ilmu Pangan IPB Bogor.
Ia seorang pengusaha makanan dan juga aktivis pangan lokal yang giat
mempromosikan makanan khas Gorontalo.
Mengangkat Harkat Beras Lokal Gorontalo
Melihat beras hasil kerja
keras petani Gorontalo tersingkir akibat derasnya beras impor, ia tak tinggal
diam. Zahra berupaya mempromosikan beras varietas lokal yaitu beras Mekongga
dan beras Situ Bagendit yang ditanam dengan metode ramah lingkungan oleh petani
desanya.
Baca Juga: Kuliner Sumbar di Desa Wisata Kubu Gadang
Sejak 2016, Zahra Khan menjual beras merah dan beras cokelat hasil dari ladang pertanian ayah mertuanya yang luasnya 2,2 hektar. Jika permintaan banyak, Zahra akan membeli beras dari petani di sekitarnya dan menggilingnya sendiri.
Zahra Khan dan beras produksi petani Gorontalo Foto: Kompas.id/Kristian Oka Prasetyadi |
Harapan Zahra, semoga kegiatan pasar seni yang digagasnya bersama teman-teman bisa berdampak nyata tak hanya di Huntu Selatan, tapi bisa dicontoh di daerah lain di Gorontalo, dengan komoditas unggulan yang mereka punyai.
Ancaman Krisis Pangan
Tahu tidak, Kegiatan Zahra, para petani lokal, dan para pedagang kecil di Gorontalo adalah salah satu langkah bijak membantu bumi untuk lebih baik. Ya, memproduksi dan mengonsumsi makanan ramah iklim yaitu pangan lokal membantu mengurangi dampak perubahan iklim.
Beras Merah dan Beras Cokelat Merk Goronto (Foto: IG Goronto) |
Seperti yang sudah kalian
ketahui, kerusakan lingkungan kita sudah parah.
Akibatnya, 51.6 juta warga dunia
terdampak bencana. Hal ini disebabkan karena aktivitas manusia yang berlebihan
telah merusak bumi mulai dari pembakaran batubara, proses produksi berlebihan,
dan lainnya. Perubahan iklim berdampak langsung pada produksi pertanian. Cuaca
tidak stabil, banjir, dan ancaman kekeringan mengancam ketersediaan pangan.
Baca Juga: Gaya Hidup Sehat Ala Zaidul Akbar
Ya, krisis iklim ini bisa
mengakibatkan krisis pangan dan ancaman bahaya kelaparan. Padahal makanan
adalah sumber penghidupan kita. Tak terbayangkan, jika negara kita dilanda
krisis pangan!
Karena itulah, sektor pertanian
sangat penting untuk negara karena menentukan ketahanan pangan. Agar
kelestarian alam tetap terjaga, kita harus menerapkan pertanian ramah
lingkungan. Pembukaan lahan pertanian dan peternakan besar-besaran
dikhawatirkan merusak lingkungan.
Masyarakat adat di Indonesia
sudah lama memiliki kesadaran menjaga hutan dan alam sekitarnya. Mereka sangat memahami
bahwa alam adalah sahabat mereka, tempat mereka mencari penghidupan yang harus
dijaga dengan baik.
Pertanian Ramah Lingkungan
Penduduk Provinsi Gorontalo telah
menjalankan sistem pertanian ramah lingkungan secara turun-temurun selama ratusan tahun, sejak zaman nenek
moyang mereka.
Apa itu pertanian ramah
lingkungan?
Pertanian ramah lingkungan adalah
proses bercocok-tanam yang menggunakan kearifan sumber daya lokal. Pertanian
ramah lingkungan memanfaatkan sumber air dan tanah dengan bijak serta tidak
merusak lingkungan sekitar.
Metode pertanian mereka mungkin
tidaklah modern seperti pengelolaan pertanian zaman sekarang, yang sudah menggunakan
berbagai peralatan canggih. Tapi, masyarakat Gorontalo mengutamakan
keselarasan dengan alam. Mereka memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Jangan
sampai kegiatan bercocok-tanam warga merusak alam sekitar.
Prinsip Huyula
Masyarakat Gorontalo menjalankan prinsip huyula dalam mengelola tanah pertanian. Huyula adalah prinsip gotong-royong dalam masyarakat Gorontalo. Prinsip ini sudah dikenal sejak abad ke-10 Masehi. Prinsip ini diterapkan dalam kegiatan apa pun di Gorontalo.
Bagaimana menerapkan prinsip huyula dalam bidang pertanian?
Bekerja sama dalam menggarap
tanah pertanian disebut Ti’ayo dalam huyula. Menggarap sawah dan ladang
pertanian memang membutuhkan tenaga tidak sedikit. Zaman sekarang, pemilik
sawah membayar para pekerja untuk membantu menggarap sawahnya.
Berbeda dengan masyarakat
Gorontalo yang menerapkan huyula secara turun-temurun. Mereka tidak menerapkan
sistem upah. Tapi, menerapkan huyula atau bekerja sama-sama saat bertani. Atau,
tenaga dibalas tenaga.
Para warga desa akan mengerjakan
ladang pertanian seseorang secara bersama-sama secara bergiliran. Misalnya, ada
lima warga yang sepakat mengadakan huyula. Maka, mereka sepakat mengerjakan
ladang pertanian masing-masing secara bergantian.
Pekerjaan ini termasuk
membersihkan lahan, membajak, menanam padi, hingga memanen hasilnya semua
dikerjakan bersama-sama, bergiliran dan sukarela oleh petani. Jadi, semua akan
mendapatkan keuntungan.
Pekerjaan bertani mereka lakukan
dengan alat dan metode sederhana sehingga tidak merusak lingkungan. Mereka
tidak menggunakan pestisida secara berlebihan yang mengakibatkan tanah rusak.
Begitu juga saat masa panen tiba.
Pada kegiatan panen, akan ada 6-10 orang yang bertugas sebagai pemotong,
perontok dan yang memasukkan ke karung. Panen pun akan lebih cepat selesai.
Bayangkan, jika tak ada sistem
huyula! Berapa lama seseorang harus menggemburkan tanahnya jika bekerja sendirian?
Dengan sistem huyula, banyak bala bantuan untuk menggemburkan tanah dan lainnya. Pekerjaan pun lebih cepat selesai.
Makanan Khas Gorontalo yang
Ramah Iklim
Sistem pertanian ramah lingkungan akan
menghasilkan pangan lokal yang ramah iklim.
Makanan ramah iklim adalah makanan yang tidak merusak lingkungan baik
saat diproduksi maupun saat pengolahannya. Berbagai menu masakan khas Gorontalo
termasuk ramah iklim karena proses produksi ramah lingkungan dan menggunakan pangan lokal di sekitar mereka.
Contohnya, masakan Binte Biluhuta yang banyak digemari orang bahkan dari luar Gorontalo. Masakan ini dibuat dari bahan pangan khas Gorontalo. Jagung yang digunakan adalah biji jagung pulut khas Gorontalo, Binthe Pulo. Selain jagung Binthe Pulo, bahan sup ini ada ikan kembung, belimbing, telur, dan aneka bumbu rempah. Lengkap ya gizinya!
Binthe Biluhuta khas Gorontalo (Foto: IG Olamita) |
Selain Binte Biluhuta, ada pula masakan Tuna Balarica, Kangkung Bunga Pepaya, Sabongi, dan banyak lagi kuliner khas Gorontalo. Makanan dari Gorontalo ini mungkin kurang populer dibandingkan kuliner Sulawesi lainnya. Sebut saja Coto dan Sop Konro dari Makassar atau Ayam Woku Belanga dan Mi Cakalang dari Manado. Tapi, makanan khas Gorontalo terkenal lezat dan mendukung gerakan makanan ramah iklim.
Sebagai penggiat pangan lokal, Zahra Khan telah menyusun buku Memilih Makanan Ramah Iklim 39+ Resep Gorontalo. Tujuannya agar masyarakat lebih selektif memilih makanan yang lebih sehat, segar, dan ramah lingkungan.
Masakan khas Gorontalo memiliki ciri khas tertentu yaitu berbasis ikan dan sayuran yang ada di sekitar mereka misalnya jantung pisang, kembang pepaya dan dinikmati dengan ikan. Salah satu hidangan Gorontalo favorit Presiden RI ke-3 Pak Habibie adalah Sagela, sambal ikan roa asap yang nikmat.
Orang Gorontalo sangat gemar makan ikan karena tinggal di sekitar Teluk Tomini yang melimpah hasil lautnya. Tak heran, bagi orang Gorontalo jika tak makan ikan, namanya bukan makan.
Makanan sehat dan ramah iklim tidak harus mahal. Makanan ramah iklim adalah menu yang biasa kita masak sehari-hari di rumah. Bahannya mudah didapatkan di sekitar rumah, bahkan sayuran pun bisa kita tanam sendiri. Jadi, tinggal petik di halaman rumah.
Masakan Tuna Balarica dari Gorontalo (Foto: IG Olamita) |
Menurut Zahra, saat memasak di rumah buatlah menu yang mudah diolah dan bahannya tidak sulit ditemukan. Jika bahannya tidak ada, bisa diganti bahan lain yang tak kalah enak. Misalnya, untuk bahan ikan dalam masakan Ilepa’o bisa diganti dengan jantung pisang. Jadi, orang yang tinggal di luar Gorontalo juga dengan mudah bisa memasak resep makanan dalam bukunya ini.
Pangan Lokal Lebih Sehat dan
Segar
Makanan ramah iklim tentu saja lebih
sehat dan segar karena dipanen langsung dari kebun. Seperti sayuran yang dijual di Pasar
Seni Warga, sayur-mayurnya diambil dari kebun warga di Desa Huntu.
Belilah kebutuhan sembako,
sayur-mayur, daging ayam, dan sapi, serta kebutuhan pangan lainnya di pedagang
tradisional di pasar. Jadi, bahan makanan yang kita konsumsi tidak mengalami
proses pembekuan dan pengawetan sehingga lebih segar dan aman untuk kesehatan.
Memangkas Jejak Karbon
Seperti kita ketahui, setiap
proses produksi makanan mulai dari penanaman, distribusi, proses memasak,
penyajian, hingga pengolahan limbah menimbulkan jejak karbon.
Apa itu jejak karbon?
Jejak karbon adalah emisi gas
rumah kaca yang dihasilkan dari siklus hidup makanan mulai menanam hingga
mengolah limbahnya. Proses pertanian dan peternakan termasuk kegiatan yang
jejak karbonnya tinggi. Terutama peternakan daging sapi yang 90% emisinya
dihasilkan dari proses produksi seperti penyediaan pakan ternak dan kotoran
hewan ternak.
Ikan Roa asap, proses pengawetan makanan tradisional (Foto: IG Goronto) |
Untuk itulah, kita galakkan menyantap pangan lokal yang lebih ramah lingkungan. Tak perlu impor makanan,
kita beli bahan pangan yang ada di sekitar kita dan memasaknya sendiri di rumah.
Polusi udara dan emisi karbon dari proses distribusi makanan bisa dikurangi. Pangan lokal memangkas jejak karbon.
Menggerakkan Perekonomian
Masyarakat
Memilih bahan pangan lokal untuk
konsumsi sehari-hari berarti kita juga turut menggerakkan perekonomian
masyarakat. Seperti kegiatan Pasar Seni Rakyat di Desa Huntu.
“Dampak positifnya, ada peningkatan pendapatan dari ibu-ibu warga Desa Huntu walaupun bekerja di rumah, dan tiap Sabtu membawa jualan kuenya ke pasar seni, mereka bisa mendapatkan penghasilan,” ujar Zahra berbinar.
Belilah pangan lokal dari pedagang tradisional di daerahmu (Foto: IG Goronto) |
Jadi, belilah makanan dan bahan makanan dari nelayan, petani, dan pedagang di pasar tradisional karena itu berarti sudah membantu mensejahterakan kehidupan para pedagang di pasar, nelayan serta petani yang sudah bekerja keras menyediakan bahan makanan untuk kita.
Upaya Menjaga Bumi dari Rumah
Aku setuju sekali dengan pendapat penulis artikel @SoulfuLiving di web Kehati. Menurutnya, perubahan besar dapat dimulai dari hal-hal kecil yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran kolektif untuk mengurangi jejak karbon tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga merupakan kewajiban bersama.
Bagaimana upaya kita untuk mengatasi kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim saat ini? Ada beberapa tips yang bisa kalian lakukan dari rumah untuk menjaga lingkungan:
1. Menghemat energi listrik dan air. Saat mencuci piring dan bahan makanan, gunakan air secukupnya. Bisa ditampung dulu airnya di baskom daripada mencuci langsung di bawah air keran. Gunakan lampu LED yang hemat energi. Matikan dan cabut steker listrik jika tidak digunakan.
Tambah wawasanmu tentang pentingnya pangan lokal dan berbagilah di blog |
4. Menghindari
limbah pangan. Manfaatkan limbah dapur seperti kulit buah dan potongan sayur
untuk hal bermanfaat seperti membuat pupuk kompos dan eco enzym.
5. Habiskan makananmu. Jangan
membuang-buang makanan. Indonesia adalah negara terbanyak nomor empat dalam membuang
makanan di dunia tahun 2020 menurut Statista. Ironis karena banyak orang kelaparan di negeri
kita.
6. Dukung pedagang kecil, petani dan nelayan di daerahmu dengan membeli bahan pangan dari mereka.
7. Hindari
penggunaan kantong plastik berlebihan. Bawa botol minum, sedotan aluminium, dan kotak bekal serta tas
kain jika keluar rumah.
8. Kurangi kebiasaan membeli barang kurang penting. Daur ulang
barangmu. Misalnya, baju tak layak pakai bisa diubah jadi kain lap atau alas
kandang kucing. Botol bekas selai atau sirup bisa dijadikan toples atau pot
bunga hidroponik yang berisi air.
9. Bagikan wawasanmu tentang pangan lokal dan perubahan iklim lewat blog atau media sosialmu, berbagi wawasan pada teman-temanmu agar lebih banyak lagi yang mengetahui pentingnya pangan lokal untuk mengatasi krisis pangan.
Perubahan iklim yang
mengakibatkan krisis pangan tak terhindarkan. Mari kita contoh kegigihan Zahra Khan dan masyarakat Desa Huntu, bersama-sama mengurangi
dampak perubahan iklim dengan mengonsumsi makanan ramah iklim yaitu aneka pangan lokal yang
tersedia di lingkungan rumah kita.
Ga heran, banyak orang Gorontalo yg cerdas brilian di atas rata² ya
ReplyDeleteKarena Orang Gorontalo sangat gemar makan ikan, beughh ini gizinya luar biasa yaa.. apalagi ikannya kan segaaarrr, karena mereka tinggal di sekitar Teluk Tomini yang melimpah hasil lautnya.
Yang jelas, makanan sehat dan ramah iklim tidak harus mahal.
Ini well noted banget sihh...karena kita kerap terjebak di asumsi yg keliru.
padahal, Makanan ramah iklim adalah menu yang biasa kita masak sehari-hari di rumah. Bahannya mudah didapatkan di sekitar rumah, bahkan sayuran pun bisa kita tanam sendiri. Jadi, tinggal petik di halaman rumah.
Iya, mindset kita makanan sehat itu seperti sereal, salad, padahal pangan lokal yang kita makan sehari-hari juga sehat kok
DeleteSeumur-umur pernah beli beras merah di mal dan coba masak karena niat mau diet. Eh gak enak, ntah berasnya udah kelamaan (bahkan ada bagian yang udah hancur pas plastik dibuka) atau masaknya salah >.< Nah lihat beras merah poduksi goronto itu keliatan banget beras pilihannya.
ReplyDeleteAku mau coba Popolulu. Penasaran rasanya gimana. Tapi untuk omu-nya nggak dulu karena ntah kenapa tubuhku nolak dikasih minuman berbahan dasar kelapa gitu (kayak air degan, aku gak bisa minum). Yang jelas senang dengan adanya pesta rakyat/pasar seni kayak gini. Perekonomian berputar dengan baik.
Iya, memang kalau terbiasa nasi putih, nasi merah ini keset banget jadi biasanya dicampur beras putih Yan biar tertelan..
DeleteAku belum pernah coba makanan khas Gorontalo , kuiner khasnya apa ya Gorontalo ini?
ReplyDeleteEnak-enak Mbak, itu kuliner khas Gorontalo banyak kusebutkan di artikel ya..
DeleteLoooh aku tahu mba Zahra Khan iniiii 😍😍😍. Dulu pernah beli aneka pisang gohu kalo ga salah namanya yaa. Ada macam2 rasa, dan ENAAAAK semuaaa mba.
ReplyDeleteTernyata memang udh lama aktif dalam memperkenalkan kuliner khas Gorontalo yaa. Saluuut sih.
Jadi pengen ke Gorontalo buat nyicip makanan khasnya. Ternyata sagu gak hanya dimakan di Papua ya tapi juga Gorontalo.
ReplyDeleteSukaa deh lihat penjual sayur, dibungkus pakai daun pisang. Jadinya bersih, estetik, dan cinta bumi karena gak pakai plastik.
Tuna Balaricanya menggugah selera dengan sambalnya yang keliatan nampol banget, tuh! Btw, saya baru dengar istilah makanan ramah iklim. Hihi.. Melihat apa yang dilakukan oleh masyarakat sana, setuju banget kalau perubahan besar dapat dimulai dari hal-hal kecil yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
ReplyDeleteLangkah yang dipilih oleh Zahra Khan memiliki pendidikan tinggi dan memilih untuk mempromosikan pangan dan mendukung perekonomian dengan promosi pangan lokal. Semoga makin banyak anak bangsa mengikuti jejaknya.
ReplyDeleteTi’ayo dalam huyula mungkin seperti gotong royong ya, karakter utama kita sebagai Bangsa nih sebenarnya, jadi inget di desaku, Bali juga pernah ada masa system begini, tapi seiring waktu makin bergeser, hik jadi sedih.
Setuju banget tipsnya mba, aku termasuk yang jarang membeli sesuatu kalau ga butuh banget.
Anw pengen nyoba deh Omu, minuman khas Gorontalo itu, isinya banyak ya he he he
Hallo mba Dewi,
ReplyDeletePertama-taman saya mau bilang bahwa saya ngeFANS banget sama mba dew! Salah satu panutan saya waktu awal2 ngeblog soal 'kedodolan' ketika jaman kuliah yang sayangnya blog tersebut 'punah' hehehe. Membaca artikel ini membuat saya tertampar bahwa pengetahuan tentang penyebab kerusakan lingkungan masihlah sedikit. Tidak menyangka jika dalam memilih bahan pangan, kita turut andil dalam berbagai aspek kehidupan, terutama alam. Mau mulai coba buat kurang2in membeli produk UPF dan rajin masak lagi deh, hehe.
Ternyata makanan ramah iklim.itu adalah makanan yg biasa kita masak sehari-hari ya mbak, bisa diambil dari kebun sendiri (misalnya bertanam sayur di pot atau taman toga).
ReplyDeleteMenu Gorontalo belum pernah mencoba, kelihatannya enak dan bergizi pula.