Makanan Ramah Iklim dari Gorontalo, Kebaikan Bagi Bumi Kita

“Popolulu ini enak banget, bahannya ubi jalar dan gula merah, ya Bu?”

“Eh, minuman omu-nya enak lho, daging kelapa mudanya lembut,”

Berjalan di tengah hiruk-pikuk Pasar Seni Rakyat di Desa Huntu, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango di Gorontalo, adalah kebahagiaan tersendiri. Pasar yang berlokasi di bawah rindangnya hutan jati ini menggugah nostalgia masa kecil dahulu.

Makanan Ramah Iklim dari Gorontalo, Kebaikan Bagi Bumi Kita
Kegiatan Pasar Seni Rakyat di Desa Huntu Gorontalo
(Foto: Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)

Mengamati raut sumringah pengunjung menikmati berbagai pangan lokal  di pasar yang buka setiap hari Minggu itu hati turut senang. Coba lihat,  keluarga kecil yang asyik menyantap Bubur Sada dengan lauk Ikan Roa bercampur sambal khas Gorontalo. Hm, enak!

Salah satu warga desa menjual Bubur Dinihoyu, makanan berbahan sagu yang manis khas Gorontalo. Sagu adalah makanan pokok tertua di Gorontalo. Tak disangka, kedainya laris manis diserbu pengunjung. Ia menyajikan bubur sagu berwarna kecokelatan karena dicampur gula aren, berisi potongan daging kelapa muda dan kacang, di atas piring beling beralas selembar daun pisang.

Baca Juga: Ajakan Mencintai Bumi dari Amanda Katili

Kalian juga bisa mencicipi segarnya Omu, minuman khas Gorontalo yang terdiri dari air kelapa muda, daging kelapa, gula merah, dan jeli tepung sagu. Ditambah es batu dan susu kental manis, makin segar dan nikmat rasanya!

Pasar Seni Rakyat, Memasyarakatkan Pangan Lokal

Ada kios sayur-mayur yang sayurannya dipetik langsung dari kebun belakang rumah. Sayurannya segar dan sudah dibungkus daun pisang. Tak perlu memakai kantong plastik lagi untuk membawanya pulang. Ya, slogan mereka adalah Tanpa Plastik Sekali Pakai sehingga pengunjung harus membawa kantong sendiri saat berkunjung ke pasar di tengah hutan jati itu.

Melihat antusiasme pengunjung, rasanya optimis pangan lokal Nusantara masih menjadi kegemaran masyarakat di tengah gempuran berbagai jenis makanan asing di Indonesia. Sebut saja serbuan aneka jenis fast food barat, masakan Jepang, hingga jajanan Korea yang memikat anak muda Indonesia.

Makanan Ramah Iklim dari Gorontalo, Kebaikan Bagi Bumi Kita
Penduduk desa berjualan sayuran di Pasar Seni Rakyat 
(Foto: Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)

Ya, Pasar Seni Rakyat di Gorontalo adalah impian seorang Zahra Khan untuk membangun suatu wadah untuk mempromosikan dan menjual berbagai pangan lokal yang sehat dan terjangkau harganya. Pasar Seni Rakyat digelar pertama kali 15 Desember 2019 ini mendapat tempat istimewa di hati masyarakat Gorontalo.

Zahra Khan adalah seorang putra daerah yang peduli pangan lokal. Perempuan kelahiran Gorontalo tahun 1985  ini adalah lulusan S2 Ilmu Pangan IPB Bogor. Ia seorang pengusaha makanan dan juga aktivis pangan lokal yang giat mempromosikan makanan khas Gorontalo.

Mengangkat Harkat Beras Lokal Gorontalo

Melihat beras hasil kerja keras petani Gorontalo tersingkir akibat derasnya beras impor, ia tak tinggal diam. Zahra berupaya mempromosikan beras varietas lokal yaitu beras Mekongga dan beras Situ Bagendit yang ditanam dengan metode ramah lingkungan oleh petani desanya.

Baca Juga: Kuliner Sumbar di Desa Wisata Kubu Gadang

Sejak 2016, Zahra Khan menjual beras merah dan beras cokelat hasil dari ladang pertanian ayah mertuanya yang luasnya 2,2 hektar. Jika permintaan banyak, Zahra akan membeli beras dari petani di sekitarnya dan menggilingnya sendiri.

Beras cokelat sebenarnya adalah beras putih yang tak dipisahkan kulit arinya saat proses penggilingan. Beras cokelat kandungan gizinya tinggi, seratnya tinggi, dan kadar gula lebih rendah daripada beras putih.

Makanan Ramah Iklim dari Gorontalo, Kebaikan Bagi Bumi Kita
Zahra Khan dan beras produksi petani Gorontalo
Foto: Kompas.id/Kristian Oka Prasetyadi

Beras merah dan cokelat yang dikemas dalam plastik vakum bermerek Goronto banyak dicari pembeli karena khasiatnya yang bagus untuk pencernaan, untuk menu balita MPASI, dan penderita diabetes. Selain beras, Zahra juga menjual minyak kelapa kampung, dan madu di Pasar Seni Rakyat.

Harapan Zahra, semoga kegiatan pasar seni yang digagasnya bersama teman-teman bisa berdampak nyata tak hanya di Huntu Selatan, tapi bisa dicontoh di daerah lain di Gorontalo, dengan komoditas unggulan yang mereka punyai.

Ancaman Krisis Pangan

Tahu tidak, Kegiatan Zahra, para petani lokal, dan para pedagang kecil di Gorontalo adalah salah satu langkah bijak membantu bumi untuk lebih baik. Ya, memproduksi dan mengonsumsi makanan ramah iklim yaitu pangan lokal membantu mengurangi dampak perubahan iklim.

Makanan Ramah Iklim dari Gorontalo, Kebaikan Bagi Bumi Kita
Beras Merah dan Beras Cokelat Merk Goronto (Foto: IG Goronto)

Seperti yang sudah kalian ketahui, kerusakan lingkungan kita sudah parah.

Akibatnya, 51.6 juta warga dunia terdampak bencana. Hal ini disebabkan karena aktivitas manusia yang berlebihan telah merusak bumi mulai dari pembakaran batubara, proses produksi berlebihan, dan lainnya. Perubahan iklim berdampak langsung pada produksi pertanian. Cuaca tidak stabil, banjir, dan ancaman kekeringan mengancam ketersediaan pangan.

Baca Juga: Gaya Hidup Sehat Ala Zaidul Akbar

Ya, krisis iklim ini bisa mengakibatkan krisis pangan dan ancaman bahaya kelaparan. Padahal makanan adalah sumber penghidupan kita. Tak terbayangkan, jika negara kita dilanda krisis pangan!

Karena itulah, sektor pertanian sangat penting untuk negara karena menentukan ketahanan pangan. Agar kelestarian alam tetap terjaga, kita harus menerapkan pertanian ramah lingkungan. Pembukaan lahan pertanian dan peternakan besar-besaran dikhawatirkan merusak lingkungan.

Masyarakat adat di Indonesia sudah lama memiliki kesadaran menjaga hutan dan alam sekitarnya. Mereka sangat memahami bahwa alam adalah sahabat mereka, tempat mereka mencari penghidupan yang harus dijaga dengan baik.

Pertanian Ramah Lingkungan

Penduduk Provinsi Gorontalo telah menjalankan sistem pertanian ramah lingkungan secara turun-temurun selama ratusan tahun, sejak zaman nenek moyang mereka.

Apa itu pertanian ramah lingkungan?

Pertanian ramah lingkungan adalah proses bercocok-tanam yang menggunakan kearifan sumber daya lokal. Pertanian ramah lingkungan memanfaatkan sumber air dan tanah dengan bijak serta tidak merusak lingkungan sekitar.

Metode pertanian mereka mungkin tidaklah modern seperti pengelolaan pertanian zaman sekarang, yang sudah menggunakan berbagai peralatan canggih. Tapi, masyarakat Gorontalo mengutamakan keselarasan dengan alam. Mereka memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Jangan sampai kegiatan bercocok-tanam warga merusak alam sekitar.

Prinsip Huyula

Masyarakat Gorontalo menjalankan prinsip huyula dalam mengelola tanah pertanian. Huyula adalah prinsip gotong-royong dalam masyarakat Gorontalo. Prinsip ini sudah dikenal sejak abad ke-10 Masehi. Prinsip ini diterapkan dalam kegiatan apa pun di Gorontalo.

Bagaimana menerapkan prinsip huyula dalam bidang pertanian?

Bekerja sama dalam menggarap tanah pertanian disebut Ti’ayo dalam huyula. Menggarap sawah dan ladang pertanian memang membutuhkan tenaga tidak sedikit. Zaman sekarang, pemilik sawah membayar para pekerja untuk membantu menggarap sawahnya.

Berbeda dengan masyarakat Gorontalo yang menerapkan huyula secara turun-temurun. Mereka tidak menerapkan sistem upah. Tapi, menerapkan huyula atau bekerja sama-sama saat bertani. Atau, tenaga dibalas tenaga.

Para warga desa akan mengerjakan ladang pertanian seseorang secara bersama-sama secara bergiliran. Misalnya, ada lima warga yang sepakat mengadakan huyula. Maka, mereka sepakat mengerjakan ladang pertanian masing-masing secara bergantian.

Pekerjaan ini termasuk membersihkan lahan, membajak, menanam padi, hingga memanen hasilnya semua dikerjakan bersama-sama, bergiliran dan sukarela oleh petani. Jadi, semua akan mendapatkan keuntungan.

Pekerjaan bertani mereka lakukan dengan alat dan metode sederhana sehingga tidak merusak lingkungan. Mereka tidak menggunakan pestisida secara berlebihan yang mengakibatkan tanah rusak.

Begitu juga saat masa panen tiba. Pada kegiatan panen, akan ada 6-10 orang yang bertugas sebagai pemotong, perontok dan yang memasukkan ke karung. Panen pun akan lebih cepat selesai.

Bayangkan, jika tak ada sistem huyula! Berapa lama seseorang harus menggemburkan tanahnya jika bekerja sendirian? Dengan sistem huyula, banyak bala bantuan untuk menggemburkan tanah dan lainnya.  Pekerjaan pun lebih cepat selesai.

Makanan Khas Gorontalo yang Ramah Iklim

Sistem pertanian ramah lingkungan akan menghasilkan pangan lokal yang ramah iklim.  Makanan ramah iklim adalah makanan yang tidak merusak lingkungan baik saat diproduksi maupun saat pengolahannya. Berbagai menu masakan khas Gorontalo termasuk ramah iklim karena proses produksi ramah lingkungan dan menggunakan pangan lokal di sekitar mereka.

Contohnya, masakan Binte Biluhuta yang banyak digemari orang bahkan dari luar Gorontalo. Masakan ini dibuat dari bahan pangan khas Gorontalo. Jagung yang digunakan adalah biji jagung pulut khas Gorontalo, Binthe Pulo. Selain jagung Binthe Pulo, bahan sup ini ada ikan kembung, belimbing, telur, dan aneka bumbu rempah. Lengkap ya gizinya!

Makanan Ramah Iklim dari Gorontalo, Kebaikan Bagi Bumi Kita
Binthe Biluhuta khas Gorontalo (Foto: IG Olamita)

Selain Binte Biluhuta, ada pula masakan Tuna Balarica, Kangkung Bunga Pepaya, Sabongi, dan banyak lagi kuliner khas Gorontalo. Makanan dari Gorontalo ini mungkin kurang populer dibandingkan kuliner Sulawesi lainnya. Sebut saja Coto dan Sop Konro dari Makassar atau Ayam Woku Belanga dan Mi Cakalang dari Manado. Tapi, makanan khas Gorontalo terkenal lezat dan mendukung gerakan makanan ramah iklim.

Sebagai penggiat pangan lokal, Zahra Khan telah menyusun buku Memilih Makanan Ramah Iklim 39+ Resep Gorontalo. Tujuannya agar masyarakat lebih selektif memilih makanan yang lebih sehat, segar, dan ramah lingkungan.

Masakan khas Gorontalo memiliki ciri khas tertentu yaitu berbasis ikan dan sayuran yang ada di sekitar mereka misalnya jantung pisang, kembang pepaya dan dinikmati dengan ikan. Salah satu hidangan Gorontalo favorit Presiden RI ke-3 Pak Habibie adalah Sagela, sambal ikan roa asap yang nikmat. 

Orang Gorontalo sangat gemar makan ikan karena tinggal di sekitar Teluk Tomini yang melimpah hasil lautnya. Tak heran, bagi orang Gorontalo jika tak makan ikan, namanya bukan makan. 

Makanan sehat dan ramah iklim tidak harus mahal. Makanan ramah iklim adalah menu yang biasa kita masak sehari-hari di rumah. Bahannya mudah didapatkan di sekitar rumah, bahkan sayuran pun bisa kita tanam sendiri. Jadi, tinggal petik di halaman rumah.

Makanan Ramah Iklim dari Gorontalo, Kebaikan Bagi Bumi Kita
Masakan Tuna Balarica dari Gorontalo (Foto: IG Olamita)

Menurut Zahra, saat memasak di rumah buatlah menu yang mudah diolah dan bahannya tidak sulit ditemukan. Jika bahannya tidak ada, bisa diganti bahan lain yang tak kalah enak. Misalnya, untuk bahan ikan dalam masakan Ilepa’o bisa diganti dengan jantung pisang. Jadi, orang yang tinggal di luar Gorontalo juga dengan mudah bisa memasak resep makanan dalam bukunya ini.

Makanan Gorontalo yang asli ternyata pengolahannya kebanyakan tidak digoreng, tapi dibakar atau direbus sebentar sehingga lebih sehat dan ramah lingkungan. Misalnya masakan Bilenthango yang digoreng dengan sedikit minyak karena dimasak beralaskan daun pisang. Rajin mengonsumi pangan lokal yang ramah iklim tentu saja lebih rasanya lebih lezat, lebih sehat, harganya terjangkau, dan juga membantu bumi lebih baik.

Pangan Lokal Lebih Sehat dan Segar

Makanan ramah iklim tentu saja lebih sehat dan segar karena dipanen langsung dari kebun. Seperti sayuran yang dijual di Pasar Seni Warga, sayur-mayurnya diambil dari kebun warga di Desa Huntu.

Belilah kebutuhan sembako, sayur-mayur, daging ayam, dan sapi, serta kebutuhan pangan lainnya di pedagang tradisional di pasar. Jadi, bahan makanan yang kita konsumsi tidak mengalami proses pembekuan dan pengawetan sehingga lebih segar dan aman untuk kesehatan.

Memangkas Jejak Karbon

Seperti kita ketahui, setiap proses produksi makanan mulai dari penanaman, distribusi, proses memasak, penyajian, hingga pengolahan limbah menimbulkan jejak karbon.

Apa itu jejak karbon? 

Jejak karbon adalah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari siklus hidup makanan mulai menanam hingga mengolah limbahnya. Proses pertanian dan peternakan termasuk kegiatan yang jejak karbonnya tinggi. Terutama peternakan daging sapi yang 90% emisinya dihasilkan dari proses produksi seperti penyediaan pakan ternak dan kotoran hewan ternak.

Makanan Ramah Iklim dari Gorontalo, Kebaikan Bagi Bumi Kita
Ikan Roa asap, proses pengawetan makanan tradisional (Foto: IG Goronto)

Jadi, makanan seperti makanan beku yang sudah mengalami berbagai proses pengolahan sehingga sulit dikatakan segar tidak termasuk makanan ramah iklim. Makanan yang diimpor dari luar negeri, serta makanan kemasan memiliki jejak karbon tinggi juga bukan makanan ramah iklim.

Untuk itulah, kita galakkan menyantap pangan lokal yang lebih ramah lingkungan. Tak perlu impor makanan, kita beli bahan pangan yang ada di sekitar kita dan memasaknya sendiri di rumah. Polusi udara dan emisi karbon dari proses distribusi makanan bisa dikurangi. Pangan lokal memangkas jejak karbon.

Menggerakkan Perekonomian Masyarakat

Memilih bahan pangan lokal untuk konsumsi sehari-hari berarti kita juga turut menggerakkan perekonomian masyarakat. Seperti kegiatan Pasar Seni Rakyat di Desa Huntu.

“Dampak positifnya, ada peningkatan pendapatan dari ibu-ibu warga Desa Huntu walaupun bekerja di rumah,  dan tiap Sabtu membawa jualan kuenya ke pasar seni, mereka bisa mendapatkan penghasilan,” ujar Zahra berbinar. 


Makanan Ramah Iklim dari Gorontalo, Kebaikan Bagi Bumi Kita
Belilah pangan lokal dari pedagang tradisional di daerahmu (Foto: IG Goronto)

Ya, usaha Zahra ini patut diacungi jempol karena telah meningkatkan produksi dan konsumsi pangan lokal serta membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar.

Jadi, belilah makanan dan bahan makanan dari nelayan, petani, dan pedagang di pasar tradisional karena itu berarti sudah membantu mensejahterakan kehidupan para pedagang di pasar, nelayan serta petani yang sudah bekerja keras menyediakan bahan makanan untuk kita.

Upaya Menjaga Bumi dari Rumah

Aku setuju sekali dengan pendapat penulis artikel @SoulfuLiving di web Kehati. Menurutnya, perubahan besar dapat dimulai dari hal-hal kecil yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran kolektif untuk mengurangi jejak karbon tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga merupakan kewajiban bersama.

Bagaimana upaya kita untuk mengatasi kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim saat ini? Ada beberapa tips yang bisa kalian lakukan dari rumah untuk menjaga lingkungan:

1. Menghemat energi listrik dan air. Saat mencuci piring dan bahan makanan, gunakan air secukupnya. Bisa ditampung dulu airnya di baskom daripada mencuci langsung di bawah air keran. Gunakan lampu LED yang hemat energi. Matikan dan cabut steker listrik jika tidak digunakan.

Makanan Ramah Iklim dari Gorontalo Kebaikan bagi Bumi kita
Tambah wawasanmu tentang pentingnya pangan lokal dan berbagilah di blog

2. Perbanyak menanam tanaman tahan krisis seperti singkong dan pepaya yang mudah ditanam, tahan hama, dan cuaca buruk. Kita jadikan bumi lebih sejuk.

3. Mengolah masakan rumahan serta menjaga tradisi kuliner lokal.

4. Menghindari limbah pangan. Manfaatkan limbah dapur seperti kulit buah dan potongan sayur untuk hal bermanfaat seperti membuat pupuk kompos dan eco enzym.

5. Habiskan makananmu. Jangan membuang-buang makanan. Indonesia adalah negara terbanyak nomor empat dalam membuang makanan di dunia tahun 2020 menurut Statista. Ironis karena banyak orang kelaparan di negeri kita.

6. Dukung pedagang kecil, petani dan nelayan di daerahmu dengan membeli bahan pangan dari mereka.

7. Hindari penggunaan kantong plastik berlebihan. Bawa botol minum, sedotan aluminium, dan kotak bekal serta tas kain jika keluar rumah.

8. Kurangi kebiasaan membeli barang kurang penting. Daur ulang barangmu. Misalnya, baju tak layak pakai bisa diubah jadi kain lap atau alas kandang kucing. Botol bekas selai atau sirup bisa dijadikan toples atau pot bunga hidroponik yang berisi air.

9. Bagikan wawasanmu tentang pangan lokal dan perubahan iklim lewat blog atau media sosialmu, berbagi wawasan pada teman-temanmu agar lebih banyak lagi yang mengetahui pentingnya pangan lokal untuk mengatasi krisis pangan. 

Perubahan iklim yang mengakibatkan krisis pangan tak terhindarkan. Mari kita contoh kegigihan Zahra Khan dan masyarakat Desa Huntu, bersama-sama mengurangi dampak perubahan iklim dengan mengonsumsi makanan ramah iklim yaitu aneka pangan lokal yang tersedia di lingkungan rumah kita.

Dewi Rieka

Seorang penulis buku, blogger dan suka berbagi ilmu menulis di Ruang Aksara

41 Comments

  1. Ga heran, banyak orang Gorontalo yg cerdas brilian di atas rata² ya

    Karena Orang Gorontalo sangat gemar makan ikan, beughh ini gizinya luar biasa yaa.. apalagi ikannya kan segaaarrr, karena mereka tinggal di sekitar Teluk Tomini yang melimpah hasil lautnya.

    Yang jelas, makanan sehat dan ramah iklim tidak harus mahal.

    Ini well noted banget sihh...karena kita kerap terjebak di asumsi yg keliru.

    padahal, Makanan ramah iklim adalah menu yang biasa kita masak sehari-hari di rumah. Bahannya mudah didapatkan di sekitar rumah, bahkan sayuran pun bisa kita tanam sendiri. Jadi, tinggal petik di halaman rumah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, mindset kita makanan sehat itu seperti sereal, salad, padahal pangan lokal yang kita makan sehari-hari juga sehat kok

      Delete
  2. Seumur-umur pernah beli beras merah di mal dan coba masak karena niat mau diet. Eh gak enak, ntah berasnya udah kelamaan (bahkan ada bagian yang udah hancur pas plastik dibuka) atau masaknya salah >.< Nah lihat beras merah poduksi goronto itu keliatan banget beras pilihannya.

    Aku mau coba Popolulu. Penasaran rasanya gimana. Tapi untuk omu-nya nggak dulu karena ntah kenapa tubuhku nolak dikasih minuman berbahan dasar kelapa gitu (kayak air degan, aku gak bisa minum). Yang jelas senang dengan adanya pesta rakyat/pasar seni kayak gini. Perekonomian berputar dengan baik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, memang kalau terbiasa nasi putih, nasi merah ini keset banget jadi biasanya dicampur beras putih Yan biar tertelan..

      Delete
  3. Aku belum pernah coba makanan khas Gorontalo , kuiner khasnya apa ya Gorontalo ini?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enak-enak Mbak, itu kuliner khas Gorontalo banyak kusebutkan di artikel ya..

      Delete
  4. Loooh aku tahu mba Zahra Khan iniiii 😍😍😍. Dulu pernah beli aneka pisang gohu kalo ga salah namanya yaa. Ada macam2 rasa, dan ENAAAAK semuaaa mba.

    Ternyata memang udh lama aktif dalam memperkenalkan kuliner khas Gorontalo yaa. Saluuut sih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, keren ya kegigihannya memperkenalkan kuliner Gorontalo ini...

      Delete
  5. Jadi pengen ke Gorontalo buat nyicip makanan khasnya. Ternyata sagu gak hanya dimakan di Papua ya tapi juga Gorontalo.

    Sukaa deh lihat penjual sayur, dibungkus pakai daun pisang. Jadinya bersih, estetik, dan cinta bumi karena gak pakai plastik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Avi, di Makassar juga sagu jadi bahan makanan kapurung mirip dengan papeda di Papua..

      Delete
  6. Tuna Balaricanya menggugah selera dengan sambalnya yang keliatan nampol banget, tuh! Btw, saya baru dengar istilah makanan ramah iklim. Hihi.. Melihat apa yang dilakukan oleh masyarakat sana, setuju banget kalau perubahan besar dapat dimulai dari hal-hal kecil yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah idem kak, ini bisa jadi pilihan buat cicipi ya, soalnya daku pun penasaran buat mencoba makanan ramah iklim ini. Semoga menyebar ke berbagai tempat, biar bisa dicicpi dan diterapkan

      Delete
  7. Langkah yang dipilih oleh Zahra Khan memiliki pendidikan tinggi dan memilih untuk mempromosikan pangan dan mendukung perekonomian dengan promosi pangan lokal. Semoga makin banyak anak bangsa mengikuti jejaknya.

    Ti’ayo dalam huyula mungkin seperti gotong royong ya, karakter utama kita sebagai Bangsa nih sebenarnya, jadi inget di desaku, Bali juga pernah ada masa system begini, tapi seiring waktu makin bergeser, hik jadi sedih.

    Setuju banget tipsnya mba, aku termasuk yang jarang membeli sesuatu kalau ga butuh banget.

    Anw pengen nyoba deh Omu, minuman khas Gorontalo itu, isinya banyak ya he he he

    ReplyDelete
  8. Hallo mba Dewi,

    Pertama-taman saya mau bilang bahwa saya ngeFANS banget sama mba dew! Salah satu panutan saya waktu awal2 ngeblog soal 'kedodolan' ketika jaman kuliah yang sayangnya blog tersebut 'punah' hehehe. Membaca artikel ini membuat saya tertampar bahwa pengetahuan tentang penyebab kerusakan lingkungan masihlah sedikit. Tidak menyangka jika dalam memilih bahan pangan, kita turut andil dalam berbagai aspek kehidupan, terutama alam. Mau mulai coba buat kurang2in membeli produk UPF dan rajin masak lagi deh, hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah Mbak Nurul terima kasih baca bukuku yaa...terharu deh...

      Delete
  9. Ternyata makanan ramah iklim.itu adalah makanan yg biasa kita masak sehari-hari ya mbak, bisa diambil dari kebun sendiri (misalnya bertanam sayur di pot atau taman toga).
    Menu Gorontalo belum pernah mencoba, kelihatannya enak dan bergizi pula.

    ReplyDelete
  10. Daku penggemar ikan asap karena punya cita rasa yang khas. Kalau di gulai kuning gitu rasa ikan asap berubah jadi manis dan mantap bila dipadukan dengan sambal pedas (hmm mertua jalan lewat belakang jadi gak ketahuan deh🤭😁)

    ReplyDelete
  11. Konsep huyula itu cuma ada di Gorontalo ya mbak atau gmna? Saya kurang updte perihal Gorontalo baru tahu banyak hal dari post ini keren banget emang inovasinya benar2 berefek besar ke masyarakat hingga lingkungan nya ya, pasti angka kolestrol diabetes n sejenis nya sedikit bangrt disana

    ReplyDelete
  12. Mba Zahra sangat inspiratif sekali. Segala upaya dan usahanya untuk terus memperkenalkan makanan khas Gorontalo patut diapresiasi. Ternyata makanan ramah iklim itu memang lebih bagus baik buat kesehatan dan juga lingkungan.

    Nah tips menjaga bumi ini mari kita jalankan secara konsisten. Beli pangan lokal, jajan di UMKM, menanam tanaman dan memilah-milih sampah pun jadi satu hal berdampak positif. Terima kasih sudah mengingatkan.

    ReplyDelete
  13. Keren juga ya sistem kerja disana mbak. Tenaga dibalas tenaga, akhirnya semua bisa dapat bagi hasil merata. Dinikmati semua keuntungannya. Sebuah sistem klasik yang sampai sekarang masih bisa dipertahankan, luar biasa sekali mbak.

    ReplyDelete
  14. dulu waktu kuliah satu flat dengan orang Gorontalo, dia rajin sekali masak-masakan khas daerahnya, akhirnya kami yang warga jakarta jadi tahu banyak makanan khas sana, termasuk ikan roa yang sampai hari ini saya suka sekali, enak banget dibuat sambal, kapan-kapan bisa mencoba langsung makanan khas Gorontalo di tempatnya langsung, kalau dekat pengen beli beras merahnya

    ReplyDelete
  15. keren banget kegiatan mbak Zahra, peduli lingkungan dan warga sekitar
    aku belum pernah makan beras coklat, kirain cuman ada yang namanya beras merah aja,kalau beras merah masih termasuk sering makan, kadang dirumah masak beras merah

    aku belum pernah masuk ke pasar seni rakyat, dari dulu penasaran pengen datengin yang di daerah jawa tengah, tapi belum kesampaian nih

    ReplyDelete
  16. Daku baru engeh ada beras coklat. Penasaran dengan rasanya seperti apa. Bisa jadi alternatif juga ya selain beras merah dan putih.
    Cuss semangat jaga ketahanan pangan kita, semoga banyak yang mengikuti jejak langkah ini

    ReplyDelete
  17. Ka Dew, aku jadi kontemplasi banget baca tulisan ka Dew kali ini.
    Makanan ramah iklim ini pasti berdampak baik bagi ketahanan pangan masing-masing daerah yaa.. Apalagi Gorontalo yang kaya akan hasil lautnya.

    Hanya seandainya ((mendadak kepikiran)) jika ingin mengenalkan makanan khas Gorontalo yang punya prospek bagu untuk di eksport ke berbagai negara dalam bentuk frozen food seperti yang ka Dew katakan, akankah sebuah makanan tersebut tidak menjadi makanan ramah iklim lagi?

    Di satu sisi, ingin mempertahankan ketahanan pangan, di sisi lain komoditi yang bagus untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, right?


    Btw, nama makanan Gorontalo mashaAlla yaa..
    Unik-unik dan yang pasti karena belum pernah mencobanya, ada rasa penasaran, seperti apa masakan Gorontalo menggunakan rempah-rempah terbaik di dunia.

    ReplyDelete
  18. Memulai gaya hidup ramah lingkungan, bisa dilakukan dengan asupan makanan yang dimakan ya mbak
    Dengan mengonsumsi makanan ramah iklim seperti ini, bisa jadi langkah nyata menjaga bumi

    ReplyDelete
  19. Aku pernah minta adekku bawain Tuna Balarica
    Enak sekali
    Sayangnya tahun depan aku gak tahu bisa mudik lagi atau enggak
    Lumayan dapat oleh oleh Tuna karena ngumpul di Maros

    ReplyDelete
  20. Aku pernah ke Gorontalo Mbak dan memang makanan di sana sangat sedap dan segar karena menggunakan produk lokal dengan proses yang ramah lingkungan dan beberapa makanannya cukup pedas tapi sedap sekali

    ReplyDelete
  21. 100% for sure aku bakalam suka banget inih sama semua makanan tradisional Gorontalo/ Aku samp ke Gorontalo cm di tugu perbatasan Gorontalo dan Sulawesi Tengah doang, belum pernah explore dan jejak kulinernya juga..semoga one bs ke sana sekalian menikmati Binte Biluhuta, Tuna Balarica, Kangkung Bunga Pepaya, dan Sabongi

    ReplyDelete
  22. Binte biluhuta maknyus tuh, apalagi lagi musim hujan gini di makan pas panas2

    ReplyDelete
  23. Makanan ramah iklim dari Gorontalo ini benar-benar inovatif! Aku jadi ingin mencoba dan mendukung gerakan pangan berkelanjutan. Terima kasih sudah mengangkat topik penting ini.

    ReplyDelete
  24. Aku suka sama masakan yang tanpa goreng, lebih sehat, apalagi ikan asapnya dicocol sambal, makin sedaplah itu. Indonesia kaya akan panganan lokal yang sehat dan ramah lingkungan

    ReplyDelete
  25. Rasa jagung pulut Gorontalo beda ya sama jagung yang biasa? Saya ngebayangin kayaknya enak dimakan saat flu. Hangat-hangat gitu dinikmatinya

    ReplyDelete
  26. Hebat yaah, Makanan Khas Gorontalo yang Ramah Iklim ini memberikan kita semua pembelajaran agar lebih baik lagi dalam mengolah makanan yang tersedia di sekitar kita. Selain mengurangi jejak karbon, juga mengolah makanan yang ada bisa memberikan banyak eksperimen dan variasi nutrisi.

    Pingin banget cobain Ikan Roa asap.
    Soalnya sambal roa tuuh, nikmaatt bangeettzz~

    ReplyDelete
  27. nama-nama masakan gorontalo di atas aku baru dengar semua, mbak. hehe. setuju banget nih dengan upaya untuk mengolah makanan dengan bijak untuk bisa mengurangi perubahan iklim. saya juga kalau di rumah masak itu diusahakan nggak terbuang-buang biar nggak banyak sampah

    ReplyDelete
  28. Saya sangat setuju untuk membeli hasil pangan lokal di daerah kota sendiri. Apalagi di tempysaya masih pasar tradisional yang adanya seminggu dua kali. Beli dari pedagang mereka yang kadang lansia rasanya senang banget bisa bantu mereka walau yg dibeli gak begitu diperlukan

    Binte Biluhuta nya bikin penasaran nih

    ReplyDelete
  29. Perubahan iklim memang sesuatu yang sangat mengkhawatirkan, sebisa mungkin menghrmat energi yang ada. Btw aku kebayang bajigur..omu apa sama rasanya dengan bajigur

    ReplyDelete
  30. dari dulu pengen banget cobain Binthe Biluhuta, keliatan enak bangettt :D

    ReplyDelete
  31. Aku belajar kuliner Gorontalo dari adek kedua yang tinggal di sana
    Makanya pas baca bukunya juga aku jadi senang sekali
    Hmm semoga mudik besok bisa makan kuliner dari sana oleh oleh dari adik
    Dimakan bersama di rumah mama

    ReplyDelete
  32. Olahan pangan lokal nggak kalah berkualitas dengan yang hasil olahan impor menurutku Mak. Jujur yang bikin penasaran malah nasi merahnya karena aku sekeluarga sedang transisi ke lifestyle yg lebih sehat.

    ReplyDelete
  33. Menunjukkan rasa cinta pada bumi bisa dilakukan dengan banyak cara ya mbak
    Salah satunya dengan mengonsumsi makanan ramah iklim seperti ini

    ReplyDelete
  34. Ikan roa enak tuh dicampur ke sambal terasi buat teman makan pisang goreng hehe

    ReplyDelete
Previous Post Next Post