Desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao, di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan adalah sebuah desa berhawa sejuk di kaki Gunung Bawakaraeng.
Baca Juga: Pejuang Pendidikan dari Palu
Desa di dataran tinggi ini tak hanya indah tapi juga merupakan penghasil sayur-mayur untuk Sulawesi Selatan. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani sayuran. Setiap hari, 20 ton sayur-mayur segar para petani panen untuk memenuhi kebutuhan pangan warga Sulsel.
Di desa itu, tinggallah Jamaluddin Daeng Abu, seorang lelaki berpenampilan sederhana dengan pemikiran yang jauh ke depan. Ia adalah orang pertama yang jadi sarjana bahkan meraih gelar S2 dari desanya.
Jamaluddin adalah sebuah anomali di Desa Kanreapia.
Lelaki kelahiran Kanreapia 36 tahun lalu ini berhasil menamatkan pendidikan S1 di jurusan Bahasa Indonesia di Universitas Bosowa, Makassar. Kegemarannya belajar membawanya melanjutkan kuliah di Universitas Muslim Indonesia jurusan Magister Manajemen.
Baca Juga: Pergulatan Reny Memberantas Buta Huruf
Lulus kuliah S2 tahun 2014, ia memutuskan kembali ke desa.
Keputusan yang membuatnya dicemooh banyak orang. Untuk apa capek-capek bersekolah tinggi terus kembali ke desa? Buat angon bebek dan bertani? Kenapa tidak berkarir di Makassar dan meraih kesuksesan? Begitulah, kaum mending-mending memandangnya sebelah mata.
Bukan Asal Pulang, Tapi untuk Sebuah Misi
Tapi, Jamaluddin sudah bertekad kembali ke desa. Apalagi, istrinya Diana sangat mendukung keputusannya yang terbilang gila. Di saat orang-orang berbondong-bondong mencari penghidupan di kota, eh Jamal malah pulang ke desa! Kurang gila apa, coba!
Sesungguhnya, ia tak asal pulang saja. Selama ini, Jamal prihatin dengan kondisi desanya yang subur dan makmur, penghasil sayur-mayur tersohor di Sulawesi Selatan, tapi tingkat pendidikan masyarakatnya sangat terbelakang. Dari 4.733 orang penduduk, terdapat 252 orang yang buta huruf.
Ya, pendidikan bukanlah hal penting bagi masyarakat Desa Kanreapia.
Baca Juga: Pedro Akhirnya Suka Membaca Buku
Masyarakat Desa Kanreapia mengutamakan bekerja membantu orangtua setelah lulus SD atau SMP. Tak heran, angka putus sekolah di desa ini cukup tinggi. Lulus SD atau SMP dianggap cukup untuk bekal hidup mereka. Toh, mereka akan kembali ke sawah dan ladang untuk bercocok-tanam. Mereka akan dapat uang banyak dari bertani. Untuk apa buang waktu bersekolah?
Dampaknya, tingkat putus sekolah dan tingkat buta huruf di desa ini sangatlah tinggi. Boro-boro membaca koran dan majalah, mengeja kata demi kata pun terbata-bata. Saat mengaso di depan rumah bekas kandang bebek, tiba-tiba Jamal mendapat ide cendekia. Ia pun meminta izin pada pemiliknya, yaitu orang tuanya sendiri.
Rumah Koran, Awal Keajaiban
Rumah berukuran 4x5 meter yang dulunya adalah kandang bebek itu ia tempeli halaman-halaman koran dengan rapi. Korannya didapatkan dari kantor desa, sekolah dan bantuan dari teman-teman komunitasnya di Makassar.
Tak disangka, halaman koran yang iseng ia tempel itu menarik minat penduduk desa. Sepulang mereka beraktivitas di sawah, ladang atau pasar, biasanya mampir sejenak untuk membaca-baca koran yang tertempel di dinding. Koran-koran ini ia ganti berkala. Selain membaca koran, ia biasa mengajak penduduk desa berdiskusi tentang berbagai topik sambil ngopi di Rumah Koran.
Ketika seorang anak mengeluh tak bisa membaca halaman koran, Jamaluddin pun tergerak mengajari anak itu membaca dan menulis. Baik belajar huruf latin, maupun belajar huruf hijaiyah. Tak lama, anak-anak berkumpul di rumah itu. Tak hanya anak-anak, orangtua pun tergerak belajar membaca. Mereka penasaran dengan halaman koran di dinding tapi tak bisa membacanya. Jamal sungguh bahagia dengan perubahan drastis ini.
Baca Juga: Bu Diana, Guru Muda di Pedalaman Papua
Rumah Koran pun kian berkembang. Kini menjadi tempat belajar dan berdiskusi tentang motivasi hidup dan terutama masalah lingkungan. Jamaluddin mulai berbagi tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup agar kehidupan anak cucu terjamin di masa depan.
Jamaluddin mengajak penduduk untuk membersihkan sungai yang mengalir di tengah desa mereka. Sungai besar yang tadinya adalah tempat pembuangan sampah para penduduk kini bersih. Kesadaran penduduk untuk menjaga kebersihan sungai mulai nampak. Jamaluddin sungguh bangga dengan perubahan ini. Jamal juga mengajak penduduk anak-anak untuk menanam pohon agar kelak, anak cucu mereka bisa merasakan rindangnya pohon yang ditanam saat ini.
Kegiatan mereka di awal Rumah Koran berdiri selain belajar membaca dan menulis, adalah kegiatan baca buku di sungai dan baca buku di kebun. Jamal mengajak penduduk desa untuk membaca kapan saja dan di mana saja. Membaca buku tak perlu waktu khusus. Saat mengangon bebek, anak-anak petani bisa sambil membaca.
Membaca, Percikan untuk Sukses di Masa Datang
Setelah bertani, para petani bisa beristirahat sambil membaca buku. Jamal juga memasang Papan Baca di beberapa sudut desa agar penduduk tetap bisa membaca walaupun tak sempat mampir ke Rumah Koran.
Setelah bisa membaca dan menulis, semangat belajar penduduk tak berhenti sampai di sana. Mereka tertarik untuk mengembangkan diri. Jamaluddin pun memfasilitasi penduduk untuk belajar bahasa asing seperti Bahasa Inggris. Mereka juga mendalami bidang pertanian bersama-sama.
Hasilnya sungguh di luar dugaan. Perlahan, penduduk melek pentingnya pendidikan. Anak-anak petani memutuskan melanjutkan sekolah lagi agar bisa sepandai Jamaluddin. Bahkan, ada yang berkuliah di Makassar untuk meraih cita-citanya ingin menjadi petani organik.
Sedekah Sayur untuk Panti Asuhan
Ketika penduduk desa bergotong-royong dengan kompak, di sinilah satu-persatu keajaiban terjadi. Hasil panen Desa Kanreapia meningkat pesat. Mereka bahkan bisa menggagas Sedekah Sayur sebanyak 100 ton untuk 100 panti asuhan di berbagai penjuru Sulawesi Selatan. Luar biasa, bukan?
Kemarau berkepanjangan yang melanda Indonesia tak terlalu mereka rasakan dampaknya karena sebelum kemarau, penduduk Desa Kanreapia bergotong-royong membangun seratus embung pertanian pada tahun 2022.
Embung ini menampung air dari mata air dan air hujan, lalu airnya dialirkan dengan pipa-pipa ke lahan pertanian penduduk desa. Hasilnya, para petani dapat survive saat musim kemarau dan menghasilkan panen sayur-mayur yang melimpah. Jamal juga mulai mengenalkan metode pertanian organik yang lebih sehat pada para petani Kanreapia dengan menanam wortel, kol, sawi dan tomat tanpa pupuk kimia.
Kerja cerdas Jamaluddin bersama-sama penduduk desanya ini menarik perhatian Astra dan menganugerahkan Satu Indonesia Award tingkat nasional untuk Jamaluddin sebagai penghargaan untuk kiprahnya di bidang pendidikan yaitu Sang Pencerdas Anak Petani di Gowa pada tahun 2017. Tak hanya itu, kiprah Jamaluddin dan penduduk desa yang giat membawa Desa Kanreapia terpilih sebagai Kampung Berseri Astra (KBA) pada tahun 2021. Sungguh luar biasa!
Tak hanya itu, Jamal juga meraih sederet penghargaan atas kerja kerasnya mengubah pola pikir penduduk desanya. Mulai dari meraih Wirausaha Muda Mandiri dari Bank Mandiri 2020, Peduli Gowa Award dari Pemerintah Kabupaten Gowa 2021, hingga menjadi Duta Petani Milenial dari Kementerian Pertanian RI 2021.
Berbagai penghargaan itu tak membuat Jamal dan penduduk Kanreapia terbuai. Harapan Jamal sederhana, ia ingin penduduk Desa Kanreapia bisa membangun kehidupan yang lebih baik. Perubahan pola pikir ternyata berperan besar untuk kemajuan desanya.
Hingga kini, Ayah satu orang putri bernama Arsyana Reskiana ini terus berjuang bersama penduduk desanya untuk mencerdaskan anak-anak petani di desa kecil yang indah di kaki Gunung Bawakaraeng.
Inspiratif sekali kiprah dan keputusan bapak Jamal untuk kembali ke desa setelah menyelesaikan S2. Beliau adalah sosok orang yang sangat peduli terhadap tanah kelahiran dan ingin memberi manfaat nyata dengan ilmu yang sudah diperoleh.
ReplyDeleteSungguh, salah satu sosok yang patut ditiru dalam pengambilan keputusan untuk membangun tanah kelahiran jadinya banyak anak yang bisa memperoleh ilmu serta bisa jauh lebih maju.
Menginspirasi banget. Bisa kita tiru tuh, seperti baca buku di sungai dan baca buku di kebun. Oh ya, kayaknya aku nggak asing deh, dia ini penggiat Pustaka Bergerak. Kalau di Ungaran yang tercatat sebagai anggota Pustaka Bergerak adalah Kelingan...
ReplyDeleteSeperti nya sampai sekarang skeptis orang yg berpendidikan tingga kemudian pulang ke desa itu spertinya msh ada dan msh di cemooh...
ReplyDeletePadahal mereka kembali kekampung untuk memajukan kampung halamannya seperti yang pak jamaludin lakukan ini..
Perjuangan yg tidak sia2 dan membuah kan hasil yang sangat bermanfaat
Salut sama mereka2 yang seperti Jamaluddin, mau kembali ke tempat asal setelah menamatkan pendidikan dan punya harapan memajukan kota asal. Dan itu gak gampang. Banyak makan atinya pasti. Mau diajak maju brg kok malah dicela. Semoga semakin byk Jamaluddin yg lain, agar penduduk dapat mempunyai pengetahuan dan kehidula yv lbh baik
ReplyDeleteYa Allah, amal jariyah nya ga putus2 ini nanti ❤️❤️❤️. Aku saluut banget dengan orang2 yg memang mencintai kampung halamannya, walo sekolah tinggi ttp balik ke kampung demi mengembangkan masyarakat di desa. Krn dia tahu kemiskinan hanya bisa hilang jika orang2nya terpelajar.
ReplyDeleteSemoga aja dengan adanya kisah Jamaludin ini, membuat banyak orang juga tergerak utk kembali ke desa, memajukan kampung halaman mereka.
Awwww so glad for them. Terutama buat Pak Jamal.. Anda kerenn sekali. Semoga kehidupan selalu memberkahi hidup orang-orang berjasa.
ReplyDeleteAku baca kisahnya kerena banget asli Mba Dewi. Terutama bagian sungai pembuangan sampah, kini sudah bersih. Ikut senang rasanya, karena apa yang mereka lakukan untuk lingkungan. Lingkunga juga langsung ngeprovide hasil yang melimpah. Emang yaaa, perlakuan kita terhadap alam bakal sebanding lurus dengan hasilnya.. Well done semuanyaa...
Alhamdulillah beliau benar2 kuliah s2 untuk cari ilmu dan setelah lulus malah balik kampung dan mengajar anak2 di desanya. Sungguh inspiratif dan mulia. Jarang ada orang kayak gini.
ReplyDeleteBangga kepada Bapak Jamaludiin semoga makin banyak Jamaluddin Jamaluddin berikutnya yang turut serta mencerdaskan bangsa tanpa diminta, semoga sehat selalu Pak dan anak-anak di Gowa semakin tumbuh berkembang
ReplyDeleteaku suka bacanya, orang-orang seperti pak Jamaluddin ini bikin aku salut dan bangga sama kerja kerasnya, bener-bener namanya kerja cerdas. Dia ga peduli omongan orang lain, yang dia pengen desanya maju dan ga stuck ditempat selamanya.
ReplyDeleteDan nggak nyangka penghargaan yang di dapat sekelas Astra, sumpah ini kerenn banget nget. Untuk masuk jadi nominasi aja juga ga mudah.
Mudah-mudahan semakin banyak orang seperti pak Jamaluddin dan juga semakin besar peran pemerintah untuk membantu orang-orang seperti Pak Jamaluddin... Semakin banyak yang berkarya dan bermanfaat bagi masyarakat, semakin besar berkahnya, insya Allah...
ReplyDelete