Kartika Soeminar: Break The Silence, 23 Years of Narcisstic Abuse Survivor

Kita berhak hidup bahagia-Kartika Soeminar

Dear Teman,


Belakangan ini sering dibahas tentang gangguan mental NPD (Narcissistic Personality Disorder). Bahkan, banyak yang salah kaprah kalau gangguan mental NPD cirinya adalah hobi selfie dan diposting di media sosial. Gawat dong berarti penderitanya banyak nih, hehe. 


Sabtu lalu, aku menghadiri event KEB Intimate bertema #BreakTheSilence: 23 Years of Narcissistic Abuse Survivor di Semarang. Pembicaranya adalah #NPDSurvivor Mbak Kartika Soeminar, seorang pengusaha berputri satu yang tinggal di Ubud, Bali. Selama 23 tahun, ia mengalami kekerasan mental dari suaminya yang seorang #Narcisstic pengidap NPD.


Kartika Soeminar: Break The Silence, 23 Years of Narsisstic Abuse Survivor

Acara ini merupakan kampanye Broken but Unbroken yang diinisiasi KEB (Kumpulan Emak Blogger) bersama Kartika Soeminar,  untuk mengedukasi para perempuan apa itu gangguan mental NPD di 8 kota besar di Indonesia #NPDAwareness. Semarang adalah kota kedua yang disinggahi Mbak Kartika dan KEB di kampanye #BrokenButUnbroken. Selain Mbak Kartika, hadir pula Psikolog senior Semarang Ibu Dra. Probowatie Tjondronegoro, M. Si yang membahas bagaimana penanganan terhadap penderita NPD.

Aku pertama kali mengetahui cerita Mbak Kartika saat ia berbagi di live Instagram di IG KEB bersama Makpon Mira Sahid. Aku kagum dengan ketegaran beliau untuk memperjuangkan kebahagiaan hidupnya. Sejak itu, aku menantikan untuk bertemu langsung dengannya. Alhamdulillah, acara ini akhirnya diadakan di Semarang dan aku bisa mendengarkan kisahnya langsung. 

Menikah dengan Penderita NPD 


Bagaimana awal perkenalan dan pendekatan, suaminya yang WNA selalu love bombing, memberikan banyak hadiah dan kata-kata manis untuk mendapatkan hal yang ia inginkan. Ternyata, setelah menikah, keadaan berubah drastis. Hanya perlakuan manipulatif yang ia terima. Setiap ada masalah, ia selalu disalahkan dan di-gaslighting agar merasa bersalah dan tak berharga. 

Jika mereka mengalami masalah dan Kartika ingin berdiskusi dengannya untuk menyelesaikan masalah dengan baik, ia malah dibuat bingung dengan perilaku suaminya.


Kartika Soeminar: Break The Silence, 23 Years of Narsisstic Abuse Survivor

Lelaki itu malah memfokuskan masalah pada Kartika. Ia dimanipulasi kalau ia hanya baper, ini salah istrinya, dll. Makin lama jadi manipulatif. Jika diingatkan dia pernah bilang  A, dia tak mengaku pernah bilang A. Jadinya, Kartika selalu merekam perkataan suaminya sebagai bukti. Jika ada pertanyaan ya atau tidak, jangan harap kamu mendapatkan jawaban langsung. Penderita NPD ini akan sulit menjawab dengan jelas tapi malah berputar-putar tak jelas. 

Baca Juga: Olahraga via Youtube


Ia selalu berharap, suatu hari nanti suaminya akan berubah dan kembali seperti dulu. Kita tak bisa mengubah orang lain. Seseorang tak akan bisa berubah kecuali orang sendiri itu yang berusaha untuk berubah. Kemauan orang itu sendiri untuk berubah sedangkan mereka biasanya tak menyadari kalau mengidap NPD. Apalagi, mau pergi secara sukarela ke ahli jiwa untuk konsultasi. Hal ini sangat jarang terjadi.

Penderita NPD di masyarakat sering menjadi orang yang disukai karena kata-kata manisnya. Tak ada yang percaya, kalau ternyata di kehidupan rumah tangga, suami Kartika adalah orang yang arogan, tidak punya kepedulian dan empati, serta suka meremehkan orang lain. 

Kalau KDRT secara fisik, tubuh yang terluka bisa sembuh, tapi KDRT secara mental jauh  lebih sulit sembuhnya. Korban terlihat baik-baik saja di depan umum, sudah membaik tapi jika tiba-tiba teringat maka hatinya kembali terluka dan memicu trauma. Ia bahkan sempat menderita depresi. Bertahun-tahun disakiti, padahal ia adalah tulang punggung keluarga membuatnya merasa tak berharga. Ia mencoba mencari informasi tentang ciri-ciri perilaku suaminya yang kian ganjil.


Berhasil keluar dari pernikahan toksik


Setelah 23 tahun mentally abuse, nggak berani curhat kepada siapa pun, barulah kemudian ia berani menghubungi dan curhat ke teman psikolognya. Hal ini terjadi tiga bulan sebelum memutuskan bercerai. Ia bertanya ke teman psikolognya, mengapa ciri-ciri NPD ini ada semua pada suaminya setelah ia baca berbagai artikel dan buku serta nonton video di YouTube. Psikolog setuju diagnosanya. Ia marah dan berusaha mengubah pasangannya. Masih denial. Tapi, tak ada pasien NPD yang sengaja ke psikolog untuk meminta ditangani.


Kartika Soeminar: Break The Silence, 23 Years of Narsisstic Abuse Survivor

Kesadaran menamparnya ketika ia mendadak sakit secara fisik dan tak ditemukan apa penyakitnya. Menurut dokter, sebenarnya ia sedang stres dan mempengaruhi fisiknya jadi ikut sakit parah. Kartika lalu introspeksi, selama ini ia kerja keras menafkahi suami dan anaknya. Segala hal ia kerjakan sendiri sampai lampu mati pun ia harus menanganinya. Mengapa ia harus menderita seperti ini? Ia lelah dan merasa dimanfaatkan apalagi setelah tahu suaminya berkhianat.

Baca Juga: Dry Eyes Syndrome


Ia pun memutuskan untuk bercerai dan melepaskan diri dari kekerasan rumah tangga secara mental. Setelah cerai, mantan suaminya melakukan playing monkey atau playing victim. Kartika difitnah sengaja meminta cerai agar mantannya dideportasi dari Indonesia.


Tak puas playing victim, sang mantan melakukan smear campaign. Ia menyebarkan berita bohong kepada semua orang di circle mereka bahwa semua ini sudah direncanakan dari jauh hari, bahwa Kartika orang jahat dan hal ini merugikan nama baik dirinya dan bisnisnya.

Setelah bercerai, Kartika memulai proses penyembuhan. Ia mulai menjalani hidup sehat dengan berlatih di gym 3x seminggu, boxing 2x seminggu, pola makan sehat dan diatur dalam upaya mencintai diri sendiri.

Proses lainnya, Kartika menyembuhkan diri dengan journaling. Ia menuliskan segala perasaan benci, marah, dan sakit hatinya di jurnal itu, bagaimana ia merasa marah karena baru tahu tentang NPD ini. Journaling membuatnya bebas curhat tanpa ada yang menghakimi. Karena curhat dengan teman atau orang lain bisa saja kita dihakimi atau digosipkan. 


Membaca kembali jurnalnya, Kartika jadi tergerak untuk menulis buku, dan berbagi pengalaman dengan para perempuan Indonesia tentang NPD agar tak ada yang mengalami hal menyakitkan sepertinya. 


Akhirnya, Mbak Kartika punya kekuatan untuk keluar dari pernikahan toksik ini. Sungguh tak mudah. Salut untuk Mbak Kartika yang sudah berani dan tegar untuk berbagi #KartikaSoeminarStory dengan para perempuan Indonesia. Bahagia selalu ya, Mbak, I Love You..


Hobi Selfie Bukan Tanda Penderita NPD


NPD adalah salah satu penyakit kejiwaan. Para penderita NPD menurut psikolog senior dari Semarang Dra. Probowatie Tjondronegoro, M.Si memiliki level narsistik yang berlebihan. Gejala-gejalanya diantaranya bersifat superior, merasa paling benar, sering memuji diri sendiri secara berlebihan, cenderung krisis empati terhadap lingkungan sekitar. Hal ini sering disebabkan salah pola pengasuhan yang terlalu dipuji-puji oleh orangtua saat kecil.


Kartika Soeminar: Break The Silence, 23 Years of Narsisstic Abuse Survivor


Orang NPD cenderung tak sadar dirinya memiliki gejala yang disebutkan itu. Gejala obsesif kompulsif melekat pada dirinya yaitu manipulatif dan butuh dikagumi. Ia juga tidak pernah merasa salah dan harus selalu dikagumi. Cara yang bisa dilakukan dalam menghadapi orang dengan gangguan NPD ini adalah pendekatan humanis. Dekati mereka secara personal, intim dan santun. Misalnya, teman kita mulai kurang empati dan sok, kita alihkan pembicaraan ke hal-hal positif.


Kesalahan Pola Asuh Orangtua


Timbulnya penyakit kejiwaan NPD ini disinyalir berasal dari pola pengasuhan anak yang keliru. Ada pula ahli jiwa yang berpendapat bahwa NPD berasal dari genetik atau keturunan.


Bu Probo percaya bahwa pola pengasuhan yang salah yang lebih dominan menjadikan anak memiliki NPD. Berawal dari rumah, orangtua menjadi role model untuk anak.


Pola asuh orangtua yang serba boleh ternyata berakibat fatal untuk anak. Para ibu sering mengabaikan masalah, menganggap masalah sepele dan tidak mau ada keributan di rumah jadi anak selalu mendapat excuse hingga ia merasa superior.


Anak tidak tahu caranya menghadapi kesulitan karena tak pernah diajarkan caranya menyelesaikan masalah. Selalu ada orangtuanya yang membantunya menyelesaikan masalah yang dihadapi.


Padahal, sangat penting untuk anak tahu ia bisa salah. Anak yang terlalu dipuji-puji dan dimanjakan biasanya suka memanipulasi orang lain, karena tak ada kontrol dari orangtuanya. Biasanya jika orangtua mengidap NPD, anak rentan kena NPD karena anak meniru perilaku orangtuanya.


Bagaimana cara para orangtua mendidik anak agar tidak NPD?


Jangan puji anak berlebihan, tanya pendapat anak terhadap suatu hal dan hargai pendapatnya, setiap keputusan ada konsekuensinya anak akan merasa dihargai.


Ibu Probowatie yang kini menjabat sebagai Kepala Humas RS Elisabeth Semarang ini memberikan 5 langkah psikologis yang bisa diterapkan dalam menghadapi orang dengan gangguan NPD:


1. Menerapkan Batasan

Memperkuat diri sendiri dengan tidak terlalu memperhatikan perlakuan pengidap NPD. Bersikap apatis atau cuek, mengurangi interaksi dan komunikasi terhadap mereka adalah cara efektif menjaga kesehatan mental kita.


2. Afirmasi Positif

Berikan stimulus energi positif untuk diri sendiri setiap hari. Ucapkan kata-kata yang bisa menguatkan mental seperti 'saya semakin kuat, saya bisa menghadapi semua' terdengar sederhana tapi kalimat ini memiliki kekuatan untuk mengubah diri menjadi lebih kuat.


3. Journaling

Salah satu bentuk journaling yang bisa dicoba adalah terapi kertas. Caranya ambil secarik kertas bekas, ambil spidol lalu tulis segala luapan isi hatimu terhadap orang NPD. Gambarlah apa saja, lalu robeklah kertas tadi dan buang. Terapi ini dianggap efektif untuk menyalurkan rasa kesal.


4. Pendekatan Spiritual

Tingkatkan ibadah dan memohon diberikan Tuhan kekuatan mental dan kesehatan jasmani dalam menghadapi orang dengan NPD. Memohon supaya bisa membawa diri selama berhadapan dengan pengidap NPD.


5. Konsultasi dengan Ahli

Temui dan konsultasikan kesehatan mentalmu dan sekaligus mencari cara untuk menghadapi orang dengan NPD ke ahli jiwa.


Acara hari itu ditutup dengan senam lima jari yang diajarkan Bu Probo agar para peserta selalu merasa bahagia dan sehat serta semangat menjalani hari-hari. Itulah sekelumit cerita dari event KEB Intimate yang berkesan bersama Mbak Kartika dan Ibu Probowatie. Semoga kisah ini bermanfaat ya, Teman. Berbahagia dan sehat selalu, aamiin!

Dewi Rieka

Seorang penulis buku, blogger dan suka berbagi ilmu menulis di Ruang Aksara

Post a Comment

Previous Post Next Post