“Kata orang, minat baca anak-anak Indonesia kurang tapi kenapa saat saya membawa buku-buku ke berbagai tempat terpencil di Grobogan, mereka melihat buku-buku itu seperti harta karun? Saya berpikir, bukan minat bacanya yang rendah tapi akses ke buku-buku yang kurang.”
Yulianto Delaveras-Pendiri Rumah Baca Bintang Grobogan
Orang Gila Itu Bernama Yulianto
Menyebarkan virus literasi adalah
panggilan jiwa seorang pemuda asal Grobogan, Jawa Tengah. Jarak Grobogan dari
ibu kota Jawa Tengah, Semarang adalah 70 km. Pemuda sederhana berusia 33 tahun
ini kerap dianggap gila karena kegigihannya menyebarkan virus membaca di kalangan
anak-anak di daerah Grobogan.
Tak heran, orang-orang mencemoohnya dengan sebutan gila. Memandangnya sebelah mata. Di tengah keterbatasan ekonomi, susah-susah kuliah, kenapa malah bergelut menjadi relawan? Kenapa tak mencari pekerjaan yang mapan? Wong edan!
Orang gila itu bernama Yulianto. Sederhana
seperti penampilannya. Seorang teman menjulukinya Delaveras dan akhirnya ia
gunakan nama itu sebagai nama panggungnya saat mendongeng, Yulianto Delaveras.
Yulianto kecil memulai mimpinya di
tengah keterbatasan di Desa Sumberjosari, Grobogan. Anak kecil ini begitu
pemalu dan tertutup. Tak pandai bertukar cerita dengan teman-teman sebayanya.
Penghiburnya di tengah
kesendirian adalah buku-buku. Cinta pertama Yuli adalah sederetan buku di
perpustakaan sekolah. Saat jam istirahat, ia tak bermain bola atau jajan di
warung bersama teman-temannya. Yulianto malah mlipir ke perpustakaan. Ia suka
sekali dikelilingi buku-buku.
Buku membuka cakrawala pemikiran dan mengasah rasa seorang anak kecil itu. Ya, ia suka sekali membaca. Apa daya, orangtuanya tak mampu membelikannya buku-buku. Rumahnya pun jauh sekali dari toko buku.
Kecintaannya pada buku membuatnya
rajin mengunjungi perpustakaan di SD-nya. Perpustakaan yang juga jauh dari kata
layak. Koleksi buku cerita hanya
seadanya. Ia bahkan kerap mengulang membaca buku yang ada agar bisa tetap
membaca. Tapi, hal ini cukup memuaskan dahaganya akan buku-buku. Sejak itu,
Yulianto tahu apa yang inginkan jika dewasa kelak. Ia ingin memiliki
perpustakaan besar dan mengundang teman-temannya membaca di sana.
Yulianto menyadari, ia berasal
dari keluarga yang perekonomiannya sulit. Ayahnya seorang buruh bangunan dan
ibunya adalah ibu rumah tangga. Tapi, hal itu tak menyurutkannya untuk maju. Ia
pun berkuliah Ilmu Perpustakaan di Universitas Terbuka. Universitas terbuka
menjalankan kuliah daring dengan biaya lebih terjangkau hingga memungkinkannya
untuk menimba ilmu.
Sambil kuliah, pemuda berkacamata ini bekerja sebagai staf perpustakaan di sebuah sekolah dasar. Menjadi karyawan, akhirnya ia bisa menyisihkan gajinya untuk membeli buku-buku kesukaannya. Buku-buku ini mulai memenuhi sudut rumahnya yang sangat sederhana.
Tentu saja, bapak dan ibunya
menolak keras. Bagaimana mungkin rumah berdinding papan yang sesempit itu
diubah menjadi perpustakaan? Bukankah rumah akan menjadi semakin sesak dan tak
nyaman? Ya, rumah sederhana itu hanya berukuran 6x12 meter persegi.
Tapi, melihat kesungguhan di kedua
mata putranya, keduanya akhirnya mengalah. Walaupun dengan sedikit jengkel.
“Siapa tahu ini adalah jalanmu,
Nak.” Ujar Bapak, akhirnya.
Binar-binar mata Yulianto
bertambah cemerlang mendengar restu dari Bapak.
“Terima kasih, Pak.”
Sarjana perpustakaan itu tak ingin buang waktu
lagi. Ia meminta kotak bekas telur pada tetangganya untuk dijadikan rak. Ia
menata buku-buku seadanya di rak itu. Ruang tamu berukuran 3x4 itu menjadi Rumah
Baca Bintang dengan 150 buku koleksinya. Pada tanggal 19 Juni 2015 di hari
ulang tahunnya, Yulianto membuka Rumah Baca Bintang di Desa Sumberjosari,
Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Dengan membaca, Yulianto yakin semua anak bisa menjadi bintang.
Bahagiamu adalah Bahagiaku
Satu-persatu, anak-anak mulai
berdatangan. Yulianto memperkenalkan buku-buku pada mereka. Terkadang
menjelaskan isi buku itu agar mereka tertarik mengintip isinya. Malu-malu,
mereka meraih buku yang diminati lalu mencari posisi yang nyaman untuk membaca.
Impian Yulianto mulai terwujud pelan-pelan.
Yulianto ingin anak-anak desanya suka membaca buku. Tidak seperti dirinya yang dulu hanya bisa menikmati buku bacaan seadanya. Seperti dirinya, warga desanya juga sulit mendapatkan akses buku bacaan. Mayoritas penduduk desa Sumberjosari adalah petani dan buruh bangunan sehingga kesulitan membeli buku karena faktor ekonomi.
Pelan-pelan, ia mulai menambah
koleksi rumah bacanya. Ia menyisihkan gajinya serta terbantu sekali dengan
program buku gratis yang diluncurkan pemerintah beberapa waktu lalu. Ia mendapatkan
paket buku dari berbagai lembaga dan perorangan yang tertarik dengan
kegiatannya.
Agar lebih menarik pengunjung, Yulianto juga mulai mengadakan kegiatan story telling dari buku-buku yang ada di Rumah Baca Bintang. Awalnya, ia grogi harus membacakan buku di depan anak-anak. Apalagi, ia adalah orang yang pendiam. Bukan tipikal orang yang suka tampil di depan umum.
Baca Juga: Galih Suci, Guru Berprestasi
Ala bisa karena biasa, karena
sering membacakan buku ia makin lihai bercerita di depan anak-anak. Agar tidak
terlalu malu, ia membawa boneka bersamanya. Dan ternyata, anak-anak
menyukainya. Nama bonekanya adalah Kamkam. Boneka itu membuat anak-anak lebih mudah tertarik dengan buku yang dibawanya.
Yulianto akhirnya belajar mendongeng lebih serius. Ia ingin bisa tampil lebih maksimal saat menghibur anak-anak. Jalan literasi membawanya menjadi pendongeng. Ia bahkan berguru pada Kak Kempho, pendongeng andal di sanggarnya di Semarang.
Hanya saja, terjadi pertentangan
batin di hatinya. Ia bekerja sebagai pustakawan tapi sekolah itu tak memiliki
perpustakaan. Pekerjaannya melakukan pembukuan keuangan fiktif yang
menggelisahkan hatinya. Hidupnya tak tenang.
Setelah berpikir panjang, Yulianto
pun mengambil langkah drastis, ia memutuskan berhenti bekerja. Langkah yang
cukup nekad karena ia belum punya pekerjaan penggantinya. Tabungannya pun
menipis. Sedangkan ia mempunyai tanggung jawab mengelola Rumah Baca Bintang
yang butuh dana operasional. Ia berdoa agar diberikan jalan keluar. Tak
disangka, ia mulai mendapat beberapa undangan untuk mendongeng di berbagai
acara. Sehingga saat berhenti kerja, ia telah beralih profesi menjadi pendongeng
di tahun 2017.
Profesi Baru Jadi Pendongeng
Yulianto bersyukur ia menjalani
hari-hari yang sibuk dan produktif. Di sela
kesibukannya mengelola Rumah Baca Bintang, ia kerap ditanggap menjadi
pendongeng di berbagai acara. Ia juga kerap diundang untuk berbagi inspirasi tentang
literasi.
Rumah Baca Bintang pun semakin ramai dikunjungi. Di Rumah Bintang, siapa saja boleh masuk, bebas merdeka tanpa dipungut biaya. Sehari bisa puluhan orang yang datang. Anak-anak sekolah datang sejak pulang sekolah hingga sore hari. Ada banyak boneka dan mainan di sana. Anak-anak bebas bermain asal sudah membaca buku.
Tak hanya anak-anak, orang dewasa pun antusias membaca buku. Tak heran, ia menutup rumah bacanya pukul 21.00 setiap malam. Buku-buku yang tadinya adalah kemewahan untuk masyarakat Sumberjosari, kini menjadi kebutuhan pokok layaknya makanan. Mereka selalu ingin membaca lagi dan lagi, mereguk sari pati ilmu dari buku-buku yang mereka eja. Yulianto pun berusaha terus memperbarui dan menambah koleksi bacaannya.
Menempuh Jalan Sunyi
Selama bertahun-tahun, gerakan literasi
Yulianto berada di jalan sunyi. Tak banyak yang tahu kegiatannya kecuali
pengunjung di Rumah Baca Bintang dan masyarakat desanya. Hal itu membuat
langkahnya terasa berat karena ia harus menghadapi berbagai masalah sendirian. Ia
harus berjuang mengumpulkan koleksi buku sendiri, mengisi berbagai kegiatan di
rumah baca sendirian. Ketika masalah berat menghadang, sebagai manusia biasa ia
merasa lemah dan ingin menyerah.
Titik terang itu muncul pada
tahun 2018.
Saat itu, Ia mulai dikenal dengan kegiatannya sebagai pendongeng unik yang membawa boneka. Suatu hari, Ia diundang untuk mengisi acara di Universitas Indonesia bersama Pustaka Bergerak Indonesia. Di sanalah, ia mengenal Pak Nirwan Ahmad Arsuka, pendiri Pustaka Bergerak yang bersemangat menularkan pengetahuan dan buku-buku ke berbagai daerah terpencil di Indonesia. Ia bagaikan menemukan oase yang diimpikannya selama ini. Ia mendapat banyak cinta dan dukungan tulus dari Pustaka Bergerak.
Kegiatannya sebagai pendongeng pun kian dikenal sebagai Boneka Pustaka Bergerak. Pak Nirwan bahkan memintanya untuk membuat boneka yang jadi ikon Pustaka Bergerak. Hadirlah boneka Nana. Boneka ini diilhami dari nama kecil Najwa Shihab sang Duta Baca Indonesia. Kepercayaan dirinya pun meningkat.
Yulianto kerap diajak Pak Nirwan untuk
ikut kegiatan di banyak tempat yang sebelumnya tak terbayangkan ia bisa ke sana. Mulai dari acara literasi di Kominfo hingga Perpusnas! Bahkan, akhirnya ia bisa bertemu langsung
dengan Najwa Shihab, panutannya selama bertahun-tahun berkat Pustaka Bergerak.
Yulianto merasa beruntung mendapat kehormatan untuk berjalan bersama lelaki baik hati itu. Ia makin semangat menjalankan Rumah Baca Bintang berkat suntikan semangat Pak Nirwan.
Dengan dukungan Pustaka Bergerak, rasanya langkah Yulianto kian mantap menebarkan virus literasi. Ia makin suka blusukan hingga ke pelosok desa terpencil di Grobogan membawa buku-buku cerita dan bonekanya untuk mendongeng dan mengajak anak-anak membaca. Ia pernah menerjang banjir, melewati hutan bahkan naik turun bukit demi bisa menyambangi anak-anak.
Ia bahagia
sekali melihat gemerlap di mata anak-anak ketika melihat mereka datang. Melihat
buku-buku yang dibawa Yulianto, anak-anak bak melihat harta karun. Hatinya terharu
sekali dan menyadari betapa hausnya anak-anak ini akan bahan bacaan.
Secara kasat mata, kondisi Rumah
Baca Bintang memang sederhana. Dindingnya dari papan yang mulai
lapuk dimakan zaman. Begitu juga atapnya yang mulai bocor sana-sini. Lantainya dari
semen mulai retak dan agar lebih nyaman, Yulianto mengakalinya dengan memasang kapet
plastik.
Tapi, hal itu tak menyurutkan niatnya untuk terus menyebarkan virus baca di daerahnya. Yang penting dimulai dulu walaupun dalam keadaan serba terbatas daripada hanya sekadar wacana.
Syukurlah, Ia kini tak sendiri.
Berbagai orang dari berbagai latar belakang kerap bergabung bersama di
rumahnya. Mereka mendampingi anak-anak melakukan berbagai kegiatan menarik seperti
belajar menggambar, merajut dan kegiatan lainnya. Mereka nampak gembira dan bersemangat!
Sungguh, raut wajah bahagia
mereka menyemangati Yulianto dan kawan-kawna untuk terus bergerak dan berbagi.
Berbagai Ujian Menghadang
Tak disangka, berbagai ujian
menghadang. Ujian yang nyaris membuat Yulianto putus asa dan menyerah.
Saat pandemi, adalah salah satu saat tersulit Rumah Baca Bintang. Anak-anak tak bisa berkegiatan di rumah baca karena ada PPKM. Ia pun tak bisa lagi berkeliling untuk mendongeng dan membawakan buku-buku untuk anak-anak. Semua kegiatan di luar rumah ditiadakan. Tak ingin anak-anak bosan dan menganggur di rumah, akhirnya Yulianto berinisiatif membagikan buku-buku dan boneka serta mainan yang ada di rumah bacanya pada anak-anak.
Ya, daripada mainan dan buku
hanya teronggok di rumah, lebih baik ia membagikannya pada anak-anak agar tetap
bersemangat bersekolah di rumah. Terhitung ada ratusan buku dan boneka
dibagikannya untuk anak-anak di desanya.
Ujian lainnya, tiba kemudian.
Yulianto adalah pendonor darah
selama 10 tahun. Setelah acara donor darah rutin, tiba-tiba, ia dihubungi pihak
PMI dan diminta konsultasi dengan dokter. Pak dokter menyampaikan kabar buruk bahwa
hasil tes darahnya menunjukkan ia menderita penyakit berbahaya. Bagaikan disambar
geledek, rasanya ia ingin mati saja mendengar vonis mematikan itu. Ia putus asa
dan tak ingin melakukan apa pun. Untuk apa? Toh, ia sebentar lagi akan mati.
Tapi, banyak orang
menyemangatinya agar terus berjalan. Begitu pula Pak Nirwan sang inspiratornya
di Pustaka Bergerak. Beliau bahkan menuliskan kisah hidup Yulianto dengan
indah. Yulianto terus selalu ingat tulisan beliau: “Yulianto terus bergerak
dengan alasan lain. Agar ia bisa mengabaikan vonis mati yang didapatnya. Orang lain
akan menyerah dan putus asa. Tapi, Yulianto memutuskan menolak kalah dan
mengisi sisa hidupnya dengan terus bergerak dan berbagi.”
Ya, Walaupun tak bisa sembuh, tapi gejala penyakit bisa ditekan dengan rutin berobat. Dengan menjalankan pola hidup sehat, kondisi tubuhnya bisa tetap stabil. Yulianto kembali menemukan kekuatan dan semangat hidup. Ya, kematian pasti datang untuk tiap makhluk yang bernyawa. Mengapa ia mesti takut? Ia kembali aktif mengelola rumah bacanya dengan bersemangat.
Tapi, ujian belum selesai. Ia
merasa Allah sangat sayang padanya. Tahun yang sama, ia mengalami kecelakaan
motor. Akibatnya cukup fatal, tempurung lutut dan lengannya retak. Ia harus pemulihan
cukup lama setelah operasi. Rumah Baca Bintang terbengkalai.
Dua bulan kemudian, Desanya
kebanjiran.
Rumah bacanya pun tak luput dari
musibah itu. Semua koleksi bukunya benar-benar habis terendam. Tak ada yang
bisa diselamatkan. Apalagi, saat itu ia masih dalam masa pemulihan setelah
kecelakaan. Air mata sudah habis. Inilah akhirnya, pikir Yulianto.
Saatnya untuk menyerah. Tak ada yang tersisa.
Tapi, banyak warga desa datang ke rumahnya mengeluh dan menangis karena tak ada bantuan masuk ke desa mereka. Sedangkan desa lain berdiri posko untuk membantu warga yang kebanjiran. Padahal, Desa Sumberjosari yang pertama terhantam banjir besar. Warga desa tak punya apa-apa lagi hanya pakaian yang melekat di badan. Semua hanyut terbawa banjir.
Yulianto mencoba menghubungi
beberapa temannya untuk menginformasikan kejadian di desanya. Tak disangka,
bantuan yang datang melimpah. Rumahnya dijadikan posko banjir dan bisa
mendistribusikan bantuan par donatur dari berbagai kota untuk empat dusun di
desanya. Ia bahkan turun langsung untuk membagikan bantuan seperti pakaian,
sayuran, mi instan dan lainnya ke tiap RT di empat dusun.
“Belum saatnya berhenti, Tuhan,”
bisik hatinya. “Aku akan terus bergerak..”
Menemukan Jalan Terang
Saat tahu dirinya sakit, Yulianto
introspeksi diri. Ia luruskan niatnya dalam mengelola kegiatan. Menata ulang
sepak-terjangnya. Pemuda berusia 33 tahun itu merasa kalau bergerak sendiri tak
akan mampu menularkan virus literasi di daerahnya. Grobogan luas sekali
wilayahnya. Grobogan adalah kabupaten terluas di Jawa Tengah.
Maka, ia berkolaborasi dengan
orang-orang yang sevisi dan semisi di daerahnya. Mereka bergerak bersama-sama
untuk mencapai cita-cita membuka satu taman baca di tiap kecamatan Grobogan.
Rumah Baca Bintang berhasil membantu membuka simpul-simpul pustaka baru yang diinisiasi mandiri yaitu Rumah Baca Mulia Utama, Padepokan Ayom Ayem, Taman Baca Lurung Ceria, dan Teras Baca Rejosari. Saat mendirikan taman bacaan, mereka tak mengajukan proposal pada dinas terkait. Tapi, langsung bergerak bersama teman-teman seperjuangan dengan modal seadanya dan gotong-royong.
Perjuangannya menyebarkan
semangat membaca ini tak luput dari perhatian PT. Astra International, Tbk. Awal
mulanya, di tahun 2019 ia tiba-tiba
dihubungi oleh panitia untuk mengajukan namanya sebagai kandidat penerima
penghargaan.
Setelah itu, beberapa tahapan
dilalui salah satunya adalah wawancara dan dokumentasi kegiatan. Pemuda itu tak
berharap banyak. ia melanjutkan kegiatannya sehari-hari mengelola rumah bacanya
dan berkeliling mendongeng bersama boneka-bonekanya.
Tak disangka, suatu hari di bulan Oktober 2021 ia mendapat kabar bahagia. Ia meraih apresiasi Satu Indonesia Award Tingkat Provinsi Jateng di Bidang Pendidikan oleh PT. Astra International, Tbk. Suatu kehormatan untuknya. Dukungan pihak PT. Astra International, Tbk sangat berarti untuk kegiatannya. Ia mendapat dukungan berupa materi dan juga berbagai pelatihan yang menambah wawasan. Ia bisa bertemu dengan banyak orang hebat di berbagai bidang berkat penghargaan itu. Sungguh pengalaman yang tak ternilai.
Rumah Baca Bintang kian
berkembang. Impian masa kecilnya perlahan mulai terwujud. Harapan Yulianto, semakin banyak
orang baik yang mengambil bagian di kegiatan ini. Agar kegiatan menularkan
virus membaca semakin berdaya. Ya, melangkah bersama akan membuat
perjalanan sesulit apapun terasa lebih berarti dan ringan dijalani.
Speechless dengan kisah hidup dan perjuangan Yulianto yang gigih menularkan virus membaca di Grobogan. denagn segala rintangan dalam keadaaan sakit pun berbagai cobaan sampai dapat apresiasi Satu Indonesia Award Tingkat Provinsi Jateng di Bidang Pendidikan oleh PT. Astra International, Tbk. Salut dan bangga atau dukungan berupa materi dan juga berbagai pelatihan dari Astra semoga bisa menginspirasi Yulianto-Yulianto lainnya di Indonesia
ReplyDeleteMendongeng itu kemampuan yang nggak main-main sih Mak menurutku. Ada membaca yang nggak sekedar membacakan, tapi juga mengekspresikan serta menyalurkan imajinasi ke pendengar maupun penontonnya. Kelak perjuangan Kak Yulianto akan memberikan manfaat bagi generasi muda dan masyarakat luas.
ReplyDeleteWuih kerennya. Saluuut sama orang-orang begini. Mana masih muda. Gak hanya mentingin sukses diri sendiri, tapi juga peduli dengan orang lain. Butuh banyak deh orang yang begini demi Indonesia yang lebih baik. Duh... malu deh aku, udah seusia ini tapi gak punya manfaat buat masyarakat :(
ReplyDeleteWuih kerennya. Saluuut sama orang-orang begini. Mana masih muda. Gak hanya mentingin sukses diri sendiri, tapi juga peduli dengan orang lain. Butuh banyak deh orang yang begini demi Indonesia yang lebih baik. Duh... malu deh aku, udah seusia ini tapi gak punya manfaat buat masyarakat :(
ReplyDeleteTerima kasih Yulianto, semangatmu yang tak pernah padam menebarkan virus literasi. Merinding sekali dengan perjuangan dan kegigihanmu namun semuanya pasti akan menemukan secerah harapan
ReplyDeleteSalut dan saya juga jadi teringat perjuangan teman2 fasilitatoor literasi terutama di daerah atau pelosok, terima kasih PT Astra sudah support
ReplyDeleteHebat banget mas Yulianto. Kalau nggak punya cinta terhadap buku tak akan mungkin sanggup gigih menularkan virus membaca ini. Semoga makin mudah juga akses masyarakat ke buku ya mba sehinggamakin banyak yang semangat membaca
ReplyDeleteKeren banget dan inspiratif perjuangannya di tengah sulitnya menularkan virus membaca untuk anak-anak, harus diakui anak-anak sekarang jarang sekali ada yang suka aktivitas membaca padahal membaca adalah satu satu pintu menuju pengetahuan, semoga usaha keras Yulianto ini memberikan inspirasi bagi anak muda lainnya.
ReplyDeleteMasha Allah semoga dimudahkan ya mas Yulianto, menebarkan virus suka membaca nya dan semoga semakin banyak yang terpapar virus ini, aamiin
ReplyDeleteMasya Allah... Keren sekali ini mbak, jadi membangun literasi membaca untuk anak-anak agar gemar membaca. Alhamdulillah ya dengan kerja kerasnya menularkan virus membaca ini mendapatkan apresiasi dari Satu Indonesia Award.
ReplyDeleteYa Allaa~
ReplyDeleteUjian demi ujian dilewati oleh Yulianto. Semoga dunia yang ingin beliau wujudkan, cita-cita yang terus berkembang dan semua kebaikannya bisa diteruskan hingga ke generasi berikutnya. Seneng banget karena anak zaman sekarang minim literasi dan terkesan semua serba cepat dan instan.
Perjuangan akhirnya berbuah manis ya. Salut dengan Yulianto yang terus gigih dalam menularkan virus membaca. Aku belum sejauh itu. Suka baca, tapi masih untuk diri sendiri. Semoga akan ada Yulianto lain yang bergerak di bidang literasi yaaa
ReplyDeleteLuar biasa sekali perjuangan Yulianto ini ya mbak
ReplyDeleteTetap gigih menyebarkan virus baca meski banyak cobaan yang mendera
Masyaallah luar biasa Yulianto ini yah...gigih dan maju tanpa takut gagal. Semoga beliau sehat selalu dan makin banyak pemuda yg mengikuti jejaknya.
ReplyDeletebener-bener masyaaallah tabarakallahu buat Yulianto yang tetap gigih dan semangat dalam menyebarkan virus membaca di Grobogan
ReplyDeleteYa Allah aku membacanya ikut campur aduk antara sedih tapi endingnya bisa bangkit sampai mendapatkan penghargaan dari PT Astra International TBK salut salut atas pencapaian Yulianto.
ReplyDeleteBekerja dengan passion,
ReplyDeletePassion menggerakkan Yulianto untuk bekerja....
salut dengan Yulianto yang gigih sekali menyuarakan literasi, Semoga Grobogan ke depannya semakin bersinar dan anak-anak terbantu dengan ada pustaka Rumah Baca Bintang
Keren banget, pekerjaan yang ditekuninya sesuai dengan apa yang diminati. Semoga lancar dan terus bisa menebarkan manfaat
ReplyDeleteMasya Allah, perjuangannya menginspirasi sekali... Jadi kabita ingin juga rumah dikunjungi anak-anak yang haus membaca... Semoga kesampaian...
ReplyDeleteSalut sekali dengan orang-orang seperti Mas Yulianto yang mengabdikan dirinya untuk dunia literasi di desanya. Mewujudkan mimpi masa kecilnya...perjuangannya tak kenal lelah meski kena sakit berbahaya, kecelakaan bahkan kebanjiran
ReplyDeleteLangkah sederhana di balik ketidaksempurnaan raga
ReplyDeleteAku yang mau menangis jika ada orang seperti ini berkiprah
Merasa aku sendiri useless banget