Dear Teman,
Kita sering mendengar istilah Toxic Parents. Apa sebenarnya arti kata itu?
Beberapa waktu lalu, aku mengikuti ceramah Ustaz Cahyadi Takariawan dari Yogya secara online. Alhamdulillah, ceramah ustaz yang juga konselor ketahanan keluarga ini sungguh membuka wawasan. Semoga ceramah beliau tentang Toxic Parents yang kubagikan di sini bermanfaat ya.
Baca Juga: Tips Melatih Kedisiplinan
Jangan Jadi Toxic Parents! |
Ada tiga jenis toxic parents:
1.Otoriter
Orang tua yang sangat menguasai anak, mendikte, komunikasi satu arah, suka memarahi anak. Apapun yang terjadi pada anak harus sesuai keinginan ortu, anak tidak punya keinginan sendiri dan suka merendahkan anak hingga mereka tidak percaya diri. Penuh guidance tapi dengan otoriter.
2. Neglectful
Tipe orang tua yang selalu membebaskan anak untuk melakukan apapun yang disukai anak. Jika membuatmu bahagia, lakukan.
Orang tua tidak punya nilai, prinsip, arah dan tujuan sehingga semua keputusan diserahkan pada anak, yang penting kamu bahagia.
3. Terlalu Demokratis
Tipe yang selalu berusaha menjadi orang tua yang demokratis bagi anak-anaknya. Semaksimal mungkin berlaku secara demokratis, kesepakatan bersama.
Sepintas terlihat bagus, orang tua punya arahan, aturan, tapi segala sesuatu keputusan bersama anggota keluarga.
Ustaz Cahyadi Takariawan |
Intinya, dalam mendidik anak, jangan mengikuti tipe otoriter, neglectful, atau terlalu demokratis ya.
Parenting dalam Islam
Ada beberapa hal dalam Islam yang orang tua pun tak punya otoritas misalnya menyangkut arah dan nilai, Allah sudah menetapkan untuk kita.
Misalnya, Kita berada di alam semesta untuk apa?
Jawabannya, Kita diciptakan untuk beribadah pada Allah, menjadi hamba Allah.
Selain itu, Kita juga diformat jadi Khalifah yang memimpin, mengelola Alam Semesta menuju kebaikan.
Didik anak dengan kasih sayang namun tetap tegas (Foto: MabelAmber, pixabay.com) |
Allah menyuruh kita menuju kebaikan, jalan yang lurus, Shiratal Mustaqim. Tidak ada pilihan jalan yang lain. Jalan para Nabi dan Rasul.
Tidak ada voting dalam keluarga jika menyangkut wilayah nilai, tidak tepat untuk demokratis. Karena itu malah akan jadi toxic untuk anak kita.
Kita harus berusaha untuk menjadi orang tua yang salih dan shalihah, menjadi orang tua yang selalu berada dalam kebaikan. Menjalankan prinsip parenting seperti yang dicontohkan dalam Islam, dan Rasulullah.
Tanamkan Nilai
Jadilah orang tua yang selalu mengarahkan anak pada kebenaran dan kebaikan. Saat berkuda dengan Ibnu Abbas, Rasulullah Nabi menyampaikan beberapa hal pada Ibnu Abbas. Beliau menanamkan nilai sambil berkegiatan
"Wahai anak muda aku mengajarkan kamu beberapa kalimat.
Jagalah Allah, maka Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka ia akan ada di hadapanmu.
Jika kamu meminta, mintalah pada Allah. Jika kamu meminta pertolongan, mintalah pertolongan pada Allah.
Ke manapun kita melangkah, akan menghadapinya, kita merasa diawasi-Nya.
Mengajak anak mencintai Quran (Foto: Bayu_Z, Pixabay.com) |
Tak ada hal yang terasa berat dan sulit karena selalu dimudahkan dan diringankan oleh Allah. Hal ini akan membawa rasa damai dan tentram di hati kita.
Ibnu Abbas menjadi lurus kehidupannya berkat nasihat Rasulullah. Ia selalu bersandar pada Allah.
Tegas Namun Penuh Kasih Sayang
Kita juga bisa meniru cara Rasulullah, saat bermain dengan anak, kita bisa menyelipkan nilai-nilai pada Allah misalnya tentang mencintai Allah, harus jujur dalam segala hal termasuk tidak mencontek saat ujian, misalnya.
Ingat, Kita sebagai orang tua tidak selalu ada, tidak selalu bisa memberikan segala sesuatu pada anak seumur hidupnya. Orang tua biasanya dipanggil Allah lebih dahulu.
"Jadi, Nak mintalah pada Allah, Allah pasti memberi. Suatu saat, Ayah Ibu tak ada, berpisah jauh darimu, nggak bisa menjaga kamu terus, tapi sepanjang kamu di muka bumi menjaga Allah terus, maka Allah terus akan menjaga kamu. Orang tua tidak bisa."
Rasulullah selalu menanamkan pada anak dan cucunya sejak dini, bagaimana menanamkan kecintaan pada Allah.
Beliau mengenalkan tentang aqidah, penjagaan yang membawa anak pada jalan yang lurus. Inilah pendidikan luar biasa untuk anak. Menanamkan nilai kebaikan.
Jauhi sikap toxic parents. Saat menanamkan value, lakukan dengan kasih sayang tulus pada anak, tidak otoriter.
Dikisahkan, Aqra terkejut melihat Rasulullah mencium Hasan, cucunya penuh kasih sayang.
Aqra yang punya sepuluh anak tidak pernah mencium anak-anak jadi ia heran cara Nabi mengekspresikan kasih sayang pada cucunya. Aqra adalah sahabat Nabi yang salih dan jujur tapi ia tidak menunjukkan kasih sayang pada anak-anaknya. Rasulullah menunjukkan caranya.
Rasulullah bahkan salat sambil menggendong Umamah, putera Zaenab. Saat rukuk, ia meletakkannya, saat sujud ia menggendong Umamah kembali.
"Sesungguhnya barangsiapa yang tidak menyayangi maka ia tidak disayangi." Begitu kata beliau.
Rasulullah menanamkan value pada anak dengan cara penuh kasih sayang. Cinta Rasulullah tumpah-ruah.
Rasulullah penuh kasih-sayang dan cinta tapi juga tegas. Beliau sangat tegas dalam prinsip.
Saat cucunya, Hasan memasukkan sebutir kurma dari harta zakat ke dalam mulutnya. Rasulullah berkata, hah, hah..menyuruh sang cucu mengembalikannya.
Hubungan yang akrab dengan anak dan ayah (Foto: Olichel, Pixabay.con) |
"Tidakkah kau tahu keluarga Nabi tidak boleh makan harta zakat?"
Walaupun Hasan masih kecil dan belum baligh tapi ia melakukan kesalahan. Rasulullah dengan tegas melarang Hasan memasukkan harta yang haram ke tubuhnya.
Rasulullah memberikan contoh, jika hal yang prinsip kita tinggal menjalankan tanpa debat dan diskusi.
Secara interaksi, beliau penuh kasih sayang tapi jika berbicara masalah nilai beliau begitu tegas. Termasuk tentang masalah harta zakat.
Kita harus mencontoh Rasulullah, menanamkan nilai dasar kecintaan pada Allah pada anak sebagai panduan mereka hidup di muka bumi. Kita arahkan, kita berikan hal fundamental pada anak.
Sehingga dalam menjalani hidupnya, Anak akan selau berpegang pada prinsip dan nilai. Walaupun tegas, hubungan orang tua dengan anak harus selalu dipenuhi dengan kasih sayang yang tulus.
Kita mengajak anggota keluarga untuk berkolaborasi agar bersama-sama kompak menjalankan perintah Allah.
Dengan cara ini, semoga keluarga kita menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah, penuh berkah dan jauh dari toxic parents. Aamiin.
Ada sangat banyak masalah dalam kehidupan keseharian manusia. Berbagai masalah tersebut bisa bersumber atau bermula dari dalam keluarga. Namun, masalah tersebut bisa diselesaikan atau berakhir dalam keluarga,"
Defrain, 2019
Begitu anakku jadi remaja, booommmm!! Rasanya SYUSYAAHH BUANGET JADI ORTU, pls HELP S.o.s :D
ReplyDeleteMaap, lebaayy :D
Soale ya emang begitulah tantangan jadi ortu jaman now ya mbaaa
makasii resume kajian ust.cahyadi. semoga bisa kita terapkan yak.
semangaattttt!
Semoga nggak menjadi toxic parents deh. Kita semua semoga bisa berusaha meniru bagaimana parenting dari Rasulullah ya. Aamiin ya rabbal'alamiin.
ReplyDeleteSemoga kita tidak menjadi toxic parents bagi anak-anak. Ternyata demokratis termasuk jenis toxic parents juga ya. Kepada anak-anak, kita harus tegas tapi penuh kasih sayang. Noted!
ReplyDeleteSejak jama kuliah, saya suka baca tulisan-tulisan Ust Cahyadi takariawan. Bahasanya nggak njlimet, gampang dipahami.
ReplyDeletewah orang tua demokratis pun bisa jadi toxic buat anak ya. Jadi memang harus lihat situasi ya mbak, pakan bisa diskusi dan buat kesepakatan dengan anak, kapan anak harus ikut kata orang tua tanpa boleh membantah dan kapan orang tua mengiyakan kemauan anak
Hiks, tertabok..
ReplyDeleteOrang tua itu ga bisa menjaga anak2nya, tapi Allah bisa menjaganya terus dimana pun kita berada. Bener banget dan aku pun merasakannyaa.
Makasih sharing toxic parentnya.
Sesungguhnya jadi orang tua itu proses belajar tanpa henti ya, Mba. Banyak ilmu parenting, tapi emang paling bener sih mendidik anak ngikutin cara Rasulullah. Semoga kita bisa menjadi orang tua yang baik sesuai jalan Allah dan RasulNya.
ReplyDeleteMerinding aku baca sambil berkaca2 matanya. Ya Allah makasih mba postingannya. Insya Allah. Aku takut kadang trlalu keras. Pak su sendiri yg agak demokratis 😅 noted. Yg prinsip tidak bisa didebat..
ReplyDeleteNoted Mba Dedew, untuk beberapa hal ada kebenaran mutlak yang ngga boleh ditawar ya jadi orangtua sebenarnya ga boleh menjadikan wilayah ini secara demokratis. . Dan ortu harus bisa jadi panutan juga
ReplyDeleteSempat terhenyak ketika pertama baca tipe demokratis termasuk toxic. Tapi make sense setelah baca penjelasannya. Yang pasti tiap keluarga punya nilai ya Mbak. Apa yang ketat di kel A, mungkin agak longgar di kel B dan sebaliknya.
ReplyDeleteSaya tidak terpatok dengan pola asuh tertentu. Setuju kalau terlalu demokratis memang bisa gak bagus juga. Karena ada beberapa hal di mana orang tua sebagai pemegang keputusan mutlak dan anak wajib menurut. Apapun bentuk pola asuhnya, tetap yang utama pegangannya pada agama
ReplyDeleteBismillah ya Allah, semoga aku bisa menjadi orangtua yang bisa membimbing dan mendidik dengan baik. Makasih banyak teh, selalu mengingatkan kami.
ReplyDeleteahhh jadi tertampar baca artikel ini
ReplyDeleteterima kasih sudah mengingatkan mbak
aku nggak mau jadi toxic parents bagi anak anakku
Duh, banyak reminder nih buat aku. Aku sering kali otoriter nih ke anak-anak. Merasa mereka adalah anak, aku berhak menuntut mereka untuk menuruti apa perkataanku. Kudu banyak belajar lagi. :'(
ReplyDeleteSetuju Mbak, jika kita mengembalikan kepada Firman Allah dan Sunah Rasul dalam mendidik anak di dalam keluarga, Insya Allah hal-hal yang menjadi tantangan menjadi mudah untuk dilewati
ReplyDeleteTerima kasih sharingnya ya, Mbak
Baru tersadar kalau tipe demokratis itu juga ga sebagus yang terdengar ya Dew
ReplyDeleteAku di rumah demokratis tapi suami type keluarga muslim yang maunya semua anak mengedepankan ibadah, Alhamdulillah sekarang aku ikutan
Anakku sedang mengkaji hadits ini, kak..
ReplyDelete"Sesungguhnya barangsiapa yang tidak menyayangi maka ia tidak disayangi."
MashaAllah~
Langsung bercucuran air mata, aku.
Berasa banget mengajarkan anak dengan kelembutan, maka akan melembutkan hati mereka.
Jadi ingat pernah punya buku karya dari Ustad Cahyadi ini. Dan bagus banget memang. Ternyata beliau praktisi pendidikan keluarga Islami.
ReplyDeleteHmm bener ya sejak kecil kalau sudah ditanamkan hal baik, beranjak makin besar makin bisa meniru dengan sempurna yang baik juga
ReplyDeletepola asuh adalah pendekatan orang tua dan anak dalam berkomunikasi. Apapun bentuknya tentu ada kelebihan dan kekurangannya ya Mak... maka yang paling diingat dalam hubungan dua arah ini adalah nilai-nilai kehidupan yang hendak dicapai...
ReplyDeletemasyaAllah, senangnya dapat ilmu lagi untuk reminder membangun keluarga.
ReplyDeletebetul, mbak, kesepakatan itu bagus tetapi kalau sudah menyangkut nilai dan norma agama ya sudah saklek begitu. Ga boleh diotak-atik.
Memang merasa banyak sekali yang perlu dibenahi dalam pendidikan buah hati. Thanks ilmunya mba dedew
ReplyDeleteMenjadi orang tua yang baik memang nggak mudah, ya, Mbak. Kita harus terus belajar. Kadang, sudah tahu teorinya, begitu di depan anak, ambyar kabeh, hihi ... Makasih refleksinya, Mbak Dedew.
ReplyDeleteIlmu baru, makasih mba sharingnya. Sering denger toxic parents di medsos maksudnya apa, ternyata begitu ya. Meskipun dari ketiga pilihan yg "demokratis" terkesan paling baik, tapi tetep yg paling bagus adalah islamic parenting 😊😊🤗
ReplyDeletesepertinya saya orang tua yang demokratis (semoga bener) .. dan sepertinya gak bikin toxic ke anak (semoga bener) ... enaknya jadi orang tua jaman sekarang bisa belajar dari yang ahli secara online.. dulu mau denger ceramah pak ustadz aja kudu ke pengajian.. semoga bisa mencontoh Rasulullah ... aminnnn
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSmg diberi kekuatan dan kemudahan mjd orang tua terbaik. Mari terus belajaar dan membekali diri
ReplyDeleteIlmu yang bermanfaat banget ya Mbk, ini perlu banget jadi orang tua yang menyayangi anaknya tapi enggak otoriter, perlu terus belajar menjadi orang tua.
ReplyDeleteSemoga kelak aku nggak bakal jadi toxic parents amin. Mau terlalu otoriter, terllau demokratis intinya semua hal berlebihan memang nggak baik :")
ReplyDeletesepertinya ku punya kecenderungan terlalu demokratis nih.... hmmm bisa jadi toxic dong. **pasang alarm . tegas tapi penuh kasih sayang itu emang masih rada blum konsisten nih daku... wah nendang banget ini artikelnya mba dew....
ReplyDeleteApalagi zaman sekarang tantangan orangtua dalam mendidik anak semakin ngga mudah.... di tengah gempuran teknologi..di satu sisi butuh, di satu sisi ada dampak negatifnya... Semoga Allah selalu memberikan kemudahan untuk para orangtua untuk mendidik putra-putrinya menjadi berakhlak dan beradab baik dan juga berilmu
ReplyDeleteKitapun masih harus banyak belajar untuk menjadi orang tua yang baik. Nggak nyangka dulu ortu kita bisa mendidik anak anaknya hingga kita seperti ini sekarang.
ReplyDeleteSusahnya jadi orangtua terlalu demoktaris ga bagus bebas banget juga ga bagus. Lebih susah lg kalo anak2 bwranjak abege rasanya semua salah. Semoga Allah mampukan kita untuk terus brlajar jd ortu yg baik ya mbak
ReplyDeleteThanks sharingnya mbak. Semoga kita dapat menjadi orang tua yang baik bagi anak2 kita ya.
ReplyDeleteAstaghfirullah, sepertinya aku masih jadi toxic parent nih 🙈🙈
ReplyDeleteMakasih banget resume-nya, Mbak. Jadi tercerahkan. Aku ngefans sama Pak Cah, btw.
Terima kasih mbak Dedew untuk informasinya tentang parenthood ini, bisa menjadi bekal untuk masa depan :D
ReplyDeleteSemoga nanti aku bisa menjadi orang tua yang tidak toxic untuk anak2ku.. Insya Allah.. Aamiiin.. Terima kasih mba Dew tulisannya
ReplyDeleteternyata terlalu demokratis juga ga bagus ya mbak dalam mendidik anak. noted nih. semoga kita bisa menjadi orang tua yang bisa membimbing buah hati ke jalan yang benar
ReplyDelete"Sesungguhnya barangsiapa yang tidak menyayangi maka ia tidak disayangi." Suka banget sama hadits ini....Matur Nuwun Mba Insightnya
ReplyDelete