Dear Teman,
Percaya tidak saat ini masih banyak balita di Indonesia kelaparan? Ya, fakta yang tak terbayangkan disaat Negara Indonesia sudah menginjak 75 tahun.
Tapi, hal ini nyata.
Salah satu survei Foodbank of Indonesia (FOI) pada Agustus 2020 di 14 kota, sebanyak 27% balita mengalami kelaparan karena tidak makan dari pagi hingga siang. Bahkan di daerah padat perkotaan, 50% balita kelaparan.
Sarapan bagi para ibu dari keluarga menengah ke bawah ini dianggap tidak penting, atau mereka dihadapkan pada kenyataan belum ada yang bisa dimakan pada pagi itu.
Baca Juga: Tips Belajar Bahasa Inggris
Padahal, seperti kita ketahui sarapan itu penting. Segala aktivitas sehari-hari bisa kita jalankan dengan baik jika sarapan cukup. Belajar, bekerja dan bermain mampu dilakukan dengan lancar jika perut sudah terisi.
Bagaimana bisa fokus belajar jika perut keroncongan?
Diskusi ini memang menginspirasi. Para narasumber ada Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak (KPPPA) Lenny N Rosalin, Hendro Utomo founder FOI, hadir pula wartawan Kompas Andreas Maryoto, serta artis Shahnaz Haque, dan Ketua Yayasan Lumbung Pangan Indonesia Wida Septarina.
Ya, efek pandemi ini memang dahsyat, dirasakan oleh segala lapisan masyarakat. Apalagi, masyarakat menengah ke bawah ini makin terhimpit tekanan ekonomi. PHK di mana-mana hingga pengangguran meningkat, daya beli semakin turun. Tingkat pendidikan yang rendah pun membuat masyarakat kecil tak mampu melakukan perubahan untuk kehidupan mereka.
Hal ini berefek pula pada pemenuhan gizi balita di rumah. Banyak anak balita terancam kelaparan karena orang tuanya tak bisa memenuhi kebutuhan pangan mereka sehari-hari.
Padahal, jika kelaparan terjadi terus-menerus, maka bisa terjadi gizi buruk dan gangguan kesehatan serius pada generasi penerus bangsa kita. Menurut Pak Hendro, hal ini bisa menyebabkan generasi yang hilang seperti saat krisis moneter 1998.
Bayangkan, anak dan balita kelaparan, tapi orang tua terutama Ayah masih mendahulukan membeli rokok daripada menyediakan bahan pangan yang cukup! Ini adalah fakta nyata yang memiriskan hati.
Menurut Ketua Yayasan Lumbung Pangan Indonesia Wida Septarina, sebelum pandemi Covid-19 Indonesia memiliki 7 juta balita stunting. Tak heran, Indonesia menjadi negara kelima di dunia dengan balita stunting terbanyak (Riskesdas 2018). Angka ini kemungkinan besar melonjak tajam saat pandemi!
Baca Juga: Kisah Pilu Pandemi Covid
Menurut Wida, banyak orang tua kurang memahami dan kurang memperhatikan pentingnya kecukupan gizi keluarga. Terkadang, makan hanya asal makan saja yang penting kenyang tanpa tahu apakah yang dikonsumsi ini bergizi atau tidak.
Ada orang tua yang hanya memberi uang jajan untuk anak tanpa tahu makanan apa saja yang mereka konsumsi di sekolah. Makanan yang sehat atau camilan kosong?
Inilah salah satu alasan Foodbank of Indonesia atau FOI mulai bergerak bersama masyarakat untuk mengatasi masalah pangan dan gizi balita dan anak-anak.
Aksi 1000 Bunda Untuk Indonesia
Salah satu gerakan FOI adalah bekerja sama dengan 5.800 orang bunda yang terdiri dari kader, PAUD, dan lainnya yang menjadi relawan untuk membantu menyediakan kebutuhan pangan bagi ribuan anak. Keren ya! Aksi mereka diantaranya mengajarkan masyarakat memanfaatkan lahan di rumah untuk menanam sayuran dan pangan lokal lainnya untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
Para bunda ini juga mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan diri dan memiliki sanitasi yang bersih. Keduanya sangat penting untuk mencegah penyakit akibat sanitasi yang tidak layak. Aksi lainnya adalah Aksi Ikan untuk Anak bekerja sama dengan Bejay Seafood. Program ini memberikan menu ikan untuk 20 ribu anak di 7 provinsi!
Media massa termasuk blogger bisa berperan dalam hal mengurangi kelaparan balita. Caranya? Salah satunya, dengan memberikan informasi tentang pentingnya makanan bergizi pada pembaca lewat tulisan kita.
Bahwa makanan sehat, tak mesti mahal. Kita manfaatkan pangan lokal yang ada di lingkungan kita lebih optimal. Misalnya, daerah kita penghasil sagu yang bergizi, maka kita ajak para Bunda untuk mengolah makanan yang menggunakan sagu dengan kreatif dan lezat tuk memenuhi gizi anak dan keluarga.
Para blogger bisa berkampanye pentingnya sarapan untuk keluarga, apa saja makanan yang bergizi untuk keluarga dan tidak menguras kantong seperti tahu, tempe, sayuran, buah pun bisa buah lokal yang sedang musim seperti mangga dan pepaya.
Kita juga bisa menulis tentang program gotong royong yang dilakukan masyarakat sekitar kita pada pandemi ini. Misalnya, aku menulis tentang program Jaga Tonggo di lingkungan RT ku.
Setiap keluarga yang mampu bisa menyumbang bahan pangan atau sembako setiap minggu untuk dikumpulkan dan disalurkan kepada keluarga yang membutuhkan. Dengan program ini maka setiap keluarga di lingkungan kita bisa terjamin kecukupan gizi mereka walaupun pandemi.
Ya, semoga tulisan sederhana yang kita bagikan lewat blog bisa membantu gerakan untuk mengakhiri kelaparan balita di Indonesia.
Selamat Hari Sumpah Pemuda, semoga kita semua bisa menikmati kemerdekaan seutuhnya termasuk merdeka dari rasa lapar.
Saya lihat di sekitar rumah ya begitu, Mbak Dew. Anak2 berkeliaran dengan uang jajan di tangan dari pagi. Membeli apa saja yang mereka mau. Nanti siang baru makan.
ReplyDeleteBlogger pun bisa berkontribusi dengan caranya ya Mba, dengan tulisan, semoga bisa membantu anak Indonesia untuk dapat makanan bergizi
ReplyDeleteIni memang dilema ya..di satu sisi masih banyak anak2 kelaparan. Di sisi lain ada jg kelompok anak2 yg terancam obesitas. Yang mana terlaluuuu kurus maupun terlaluuuuu gemuk sama2 tidak bagus. Daan nyeseg lagi kalau baca anggaran utk "senang2" (entah rokok, entah pulsa) justru mengalahkan anggaran utk makanan bergizi. Kasih mie instan saja sudah...pdhl bukan salah mie instannnya. Tapi kalau 7×24 mie instan doang ya gmn ga kurang gizi
ReplyDeleteKalau aku nih gemes banget deh sama orangtua yang masih mementingkan untuk membeli rokok ketimbang memenuhi kebutuhan si anak terutama gizinya.
ReplyDeletewah keren dan inspiratif program Jogo Tonggo ini mbak....
ReplyDeletedengan gotong royong kita bisa membantu pemenuhan gizi balita ya mbak
Ya Allah, ada balita yang nggak makan dari pagi sampai siang. Aku aja yang orang dewasa, pagi nggak sarapan tuh jam 10 udah kelimpungan.
ReplyDeleteSemoga dengan edukasi ini, jumlah balita yang kelaparan makin menurun jumlahnya
sudah menjadi kewajiban kita orang tua untuk memberika nutrisi terbaik untuk anak - anak kita ya mba dan juga saling mengingatkan yang lain ya mba
ReplyDeleteDuh baca tulisan mba bikin menohok-nohok. Iya bener mba, bagi keluarga dari menengah ke bawah mereka terbiasa nggak sarapan bukan karena nggak pengen atau nggak penting, tapi mereka bingung mau sarapan apa karena uang buat beli makanannya aja mereka nggak punya. Akhirnya terbiasa kelaparan dan anggap sarapan itu menjadi nggak penting.
ReplyDeleteDan yang menohok lagi banyak para ayah bisa membeli rokok tapi nggak bisa kasih uang nembeli makanan yang layak untuk keluarganya. Mereka lebih mendahulukan rokoknya daripada keluarganya. Hiks menyedihkan ya. Yups bener-bener menyedihkan dan para ibu juga banyak yang nggak tahu makanan sehat dan bergizi untuk anaknya itu gimana. Akhirnya Indonesia termasuk negara yang paling tinggi stuntingnya. Ahhh banyak yang bikin kita sedih mba dan PR edukasi kita ke mereka juga banyak. Klo bukan kita siapa lagi yag bantu mereka
Ngeri ya, Mba kalau masuk 5 besar negara yg balitanya kelaparan. Dan lebih sebel lagi pas baca bahwa rokok kretek mengalahkan beli protein..duh gemez deh. Rokok boleh.. tapi kebutuhan anak cukupi dulu. Kalau ga cukup ga usah ngerokok.
ReplyDeleteArtikel ini menohok saya nih. Dalam sebulan ada saja hari saya hanya bisa nitip beli nasgor di sekolah karena sarapan tidak cepat tersedia.
ReplyDeleteHarus lebih semangat beri sarapan. Karena bagi saya malah lebih hemat sarapan di rumah
ReplyDeleteMy neighbors are like that, because my mother works home at night, so she is always given pocket money and you are free to buy anything
Sedihnyaa...
ReplyDeleteAnak balita kini diberi makan seadanya sama orangtuanya. Yang penting kenyang aja...padahal kecukupan gizinya gak ada.
Aku langsung cek lagi niih..
DeleteSepertinya terkadang sering memberikan masakan seadanya kepada keluarga.
Heuheu...edukasi yang sangat penting sekali.
Gizi buruk banyak terjadi di Lombok mba dan daerah2 kecil di Indonesia. Tp kadang nggak disangka, tetangga sebelah rumah ada yg kena gizi buruk heuheu
ReplyDeleteSebel bngt emang sama orang2 tg ngaku nggak ada uang tp bisa beli rokok, bingung bngt kan
Perlu banget buat dibikin aware nih. Ngasih uang jajan aja gak cukup, ngontrol dan ngedukasi si kecil untuk menjaga asupan gizi mereka juga perlu. Untung keluargaku sedikit banyak sudah teredukasi dan membudayakan hal ini. Jadi kemana-mana sebelom dikasih uang jajan pasti disuruh makan dulu.
ReplyDeleteSebenarnya makan sehat memang tidak perlu mahal ya, asalkan bisa melakukan variasi masak ya. Kalau nggak bisa ya udah gapapa, yang penting bahan pangan yang masuk ke tubuh anak diperhatikan kandungan gizinya.
ReplyDeleteSangat mendukung dengan gerakan mengakhiri kelaparan balita di Indonesia. Semoga banyak balita yang gizinya tercukupi. Edukasi harus terus jalan.
ReplyDeleteRokok kretek filter menurut laporan sensus penduduk pada Maret 2020 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), ternyata menjadi pengeluaran terbesar kedua di dalam keluarga dibandingkan pemenuhan protein seperti telur ayam dan daging ayam, baik di kota maupun di desa.
ReplyDeleteDuhh, ini bikin miris bangeettt Mba. Semogaaaaa semua keluarga di Indonesia bisa terbuka mata hatinya dan concern dgn hal2 terkait gizi keluarga ya
Sedih ya kalo masih melihat ada balita yang kelaparan di Indonesia.. edukasi tentang pangan sehat. bagaimana menyiapkan pangan sehat bergizi memang harus sampai ke masyarakat bawah ya.. agar anak anak di Indonesia jauh dari kelaparan lagi
ReplyDeleteMemang menyedihkan kalau ada ortu mampu beli rokok tapi gak rela beli daging atau makana bergizi lainnya :(
ReplyDeleteKenyataannya emang begini msh banyak balita kurang gizi/ kelaparan ya?
Iyes makanan sehat gak perlu yang mihil, kalau kreatif bisa budi daya sendiri, mungkin masyarakat diajari jg pelatihan2 gtu ya, budidaya sayuran. budidaya ikan di ember dll
Betul, makanan bergizi ga harus mahal. Tapi, disinilah fungsi gotong royong, agar yg berlebih rezekinya bisa membantu yg masih membutuhkan, sehingga gizi anak2nya bs tertolong.
ReplyDeleteDan tentu saja dg sambil terus diedukasi, mana makanan yg sebaiknya dikonsumsi, dan bagaimana pola hidup yg sehat
Sungguh luar biasa artikelnya
ReplyDeleteSampai saya tak bisa memberikan komentar banyak
intinya saya setuju
Soal pendemi ini ,saya merasakan sekali dampaknya juga. Soal makan, ya apa yang ada dan apa yang bisa dimakan
benar, saat pandemi jdi lebih banyak bersyukur, menikmati apa yg ada
DeleteYah, sedoh kalo liat dan baca berita masih ada yang kelaparan sementara katanya kita negara yang subur dan orangnya humanis
ReplyDeletePaling gemes akutu mb Dew, sama ortu yg beli rokok bisa tapi utk beli makan anaknya mikir huhu
ReplyDeletemakan sehat bisa dimulai dari rumah ya mak, semua bisa teratasi masalah nutrisi. agar ortunya juga makin berusaha bikin makanan yang enak sehat dan bergii seimbang buat keluarga di rumah
ReplyDeleteDi daerah padat perkotaan, 50% balita kelaparan. Saya percaya ini karena melihat di sekitar rumah seperti demikian, sarapan bukan hal penting, anak2 sudah jajan apa saja di pagi hari.
ReplyDeleteSedih ya mbak, ternyata di Indonesia masih banyak balita yang kelaparan. Benar mbak, makanan sehat tak mesti mahal, tapi ternyata daya beli masyarakat pun menurun sebagai dampak dari pandemi yaa.
ReplyDeleteayo, liat kanan kiri ... kadang kita mikir yg jauh tapi yg dekat terabaikan. kalo soal jajan anak, mungkin setelah pandemi sekolah2 bakal bikin aturan terkait jajanan, lebih aware dr sebelumnya. mungkin
ReplyDeletebahasan yang sangat menarik mba. saya jadi banyak tahu soal kelaparan ini. semoga dengan adanya tulisan ini makin banyak lagi orangtua yang aware dengan kondisi gizi anaknya dan pemerintah serta pihak terkait berkolaborasi untuk meningkatkan gizi anak sehingga mengikis masalah kelaparan dan membuat anak-anak Indonesia tumbuh dengan sehat.
ReplyDeleteDi masa pandemi semuanya serba dilematis. Yang punya penghasilan tetap saja pada keteteran bagaimana dengan yang kerja serabutan ya Mbak? Miris liatnya. Tapi soal memenuhi asupan anak sebenarnya tak melulu soal harga, karena nyatanya banyak keluarga menengah yang juga kewalahan menyiapkan asupan bergizi karena "ga sempat" atau alasan lain yang bisa dipastikan bukan karena kurang duit.
ReplyDeleteSedih yaa...
ReplyDeleteIndonesia masih mengalami kelaparan. Semoga dengan edukasi dan keterampilan yang dipelajari, bisa meningkatkan garage hidup keluarga Indonesia.
Iya memang di masyarakat masih banyak yang menganggap kalau makanan sehat itu harus yang bahannya serba mahal. Akhirnya, suka pada asal memberi makan karena yang penting kenyang. Padahal seharusnya tidak seperti itu
ReplyDeleteSedih sekali kalau ada ayah yang masih membeli rokok sementara si balita kelaparan tidak makan. Semoga dengan edukasi ini, makin menurun jumlah balita yang kelaparan dan para balita mendapat cukup makanan bergizi untuk tumbuh kembangnya.
ReplyDeleteya ampun, sedih banget nih baca artikel ini, menyadari kalo asupan gizi anak balita di Indonesia separah itu..
ReplyDeleteSedih karena kenyataannya memang masih banyak balita kita yang kurang gizi. Kadang bukannya orang sekitar kurang perhatian, namun memang bisa saja anaknya susah makan dan ibunya kurang mengenalkan bahan makanan yang beragam. Tapi kalo keluarga tidak mampu memang kasus yang khusus ya mbak. Semoga ada berbagai pihak yang peduli agar tak ada lagi balita kelaparan, jadi gak doyan makan kalo ingat kasus seperti bayi stunting
ReplyDeleteYa Allah semoga aku bisa menjadi calon ibuk yang baik untuk anak-anak nantinya, makasih banyak teh dew, selalu mengingatkan diriku.
ReplyDeleteBetul, setuju banget mbak.Mohon maaf disini lingkungannya tergolong ekonomi menengah ke bawah, termasuk saya juga heheh. Tapi, untuk pengeluaran rokok ayahnya saja sangat wow dan menurutku budget tsb bisa dialihkan utk makanan bergizi anak2nya, tapi ya susah sih kl sudah habit.
ReplyDeleteSedih yaaaa. Di sini banyak melihat anak-anak tidak disediakan makanan dengan layak, bukan karena ketiadaan uang. Bokap ngerokok, anak juga cukup diberi duit jajan. Di sini kaya prestise kasi duit jajan, yang itu berarti anaknya bakalan puas jajan cilok, baso dan teman-temannya.Padahal nominal yang sama, kalau dibelikan sayur bayam, tempe, telor, rasanya juga masih dapet lah.
ReplyDeleteYa Allah sedih banget baca ini apalagi datanya ternyata masih banyak yang kelaparan :((...iya ya mba sebagai blogger bisa juga kontribusi untuk menekan peningkatannya dengan bagikan informasi ini ya mba
ReplyDeleteTeman main anak saya ada yang begitu mbak, enggak pernah dikasih sarapan sama orang tuanya. Saya cuma bantu ngasih makanan kalau main ke sini... Bikin tulisan kampanye pentingnya sarapan juga ah...
ReplyDeleteMiris memang kenyataan begini, Mbak. Di masyarakat kita, masih banyak menganggap sarapan itu tidak penting. Termasuk di daerah saya.
ReplyDeleteMereka kebanyakan mulai makan jam 10 atau 11 pagi. Dan dianggapnya itu sarapan plus makan siang.
Entah keadaan ekonomi atau memang kebiasaan. Tapi bikin miris, terlebih balita. Belum lagi di kampung, kadang ada emak-emak yang beli lauk hanya 1 biji. Dibilang buat bapak anak-anak aja.
Lah anak-anak makannya apa?
Semoga permasalahan seperti ini bisa segera diatasi. Dan semua warga bisa sarapan dengan sehat, khususnya para balita.
Perlu kesadaran bersama memang ya mba untuk memastikan anak2 bisa mendapat asupan gizi yang tepat dan baik.. Yang disayangkan itu kalau sebenarnya punya cukup uang untuk sarapan tapi karena kurangnya perhatian malah abai jadinya..
ReplyDeleteMiris memang, kalau melihat kenyataan di negeri kita. Ternyata masih banyak balita di Indonesia yang kelaparan. Semoga masalah ini bisa segera dituntaskan dan kesejahteraan masyarakat bisa lebih terjamin
ReplyDeleteAku jadi ngerasa tertampar mbak selama ini kadang masih suka menyisakan makanan. Sementara yang di sana masih banyak balita kelaparan dan kekurangan gizi. Hiks. Jadi reminder buat aku.
ReplyDeleteSemoga anak-anak di Indonesia tidak lagi merasakan kelaparan dan kekurangan gizi. Ikut mengedukasi sukses selalu, Mbk
ReplyDeleteI hope more and more people care about this problem, toddlers are our future, so it must be addressed immediately
ReplyDeleteNah iya banyak orang tua menempatkan membeli rokok dibanding membeli makanan bergizi. Gemes pengen nyubit orang tuanya hahaha
ReplyDeleteartikel sederhana namun ngena banget...
ReplyDeletegerakannya keren sekali semoga bisa ditiru dan didukung oleh semua kalangan
agar tak ada lagi keluarga atau balita yang kelaparan.
Sedih kalau dengar berita balita kelaparan. Kita yang sudah dewasa aja nggak enak kalau kelaparan. Apalagi mereka yang masih kecil dan masih dalam masa pertumbuhan. Semoga yang pihak yang berwenang bisa memberi solusi dan mengakhiri kasus kelaparan balita.
ReplyDeletejadi ingat mama mertua yg gencar bagi3 biskuit balita bantuan dr pemerintah. beliau kerja di puskesmas bagian gizi. suka cerita kalau ternyata emang masih banyak balita yg kelaparan di luar sana
ReplyDeleteDuh, innalillahi wa inna ilaihi raaji'un... Sedih lihat kenyataan seperti ini. Kadang berpikir kapan ya, penduduk NKRI ini bisa sejahtera? Kelaparan bagi saya adalah kenyataan pedih di jaman perang atau awal-awal kemerdekaan, sebuah cerita yang saya dengar di masa kecil saya, disampaikan oleh nenek dan ibu saya. Serasa lingkaran setan yang tidak ada putusnya, kelaparan, kekurangan gizi, hasil keluarannya (output) adalah SDM yang lemah yang berujung pada rapuhnya pertahanan negara. Tidak pernah sederhana ujung dari masalah kelaparan ini.
ReplyDeleteYa Allohh, mudah2an Corona segera musnah
ReplyDelete