Buku Gunung Ungaran, Seri Cerita Kenangan NH. Dini Terbit!. Dear Temans, Sabtu lalu (10/03), aku bersama teman-teman hore-hore piknik ke Yogya. Kami bertujuh menghadiri acara peluncuran buku terbaru Eyang NH Dini Seri Cerita Kenangan, berjudul Gunung Ungaran. Berbeda dengan buku sebelumnya, buku ini tidak terbit di GPU tapi Media Pressindo, Yogya.
Buku Gunung Ungaran, Seri Cerita Kenangan NH. Dini Terbit! |
Tahun ini, Eyang NH. Dini menginjak usia 82 tahun dan masih terus berkarya menelurkan buku baru. Helo, apa kabarku yang mengaku penulis tapi sudah tiga tahun nggak punya buku anyar? Piluu! Buku seri kenangan yang ke-15 ini diluncurkan di Gedung Soegondo FIB UGM.
Berawal dari ajakan Winda Oetomo untuk menghadiri acara peluncuran buku Eyang di Yogya. Alhamdulillah, diberi waktu dan kesehatan buat ikut. Kami bertujuh menyewa mobil dan piknik tipis-tipis pagi buta. Bahkan Mbak Dian Nafi berangkat dari Demak pukul 04 pagi! Ya, acaranya mulai pukul 09.00 soalnya.
Buku Gunung Ungaran NH Dini |
Eyang kini tinggal di sebuah wisma lansia di Banyumanik. Selain menulis buku, beliau juga kerap diundang untuk mengisi acara seminar, diskusi, talkshow dan kegiatan intelektual lainnya.
Penulis kelahiran Semarang, 29 Februari 1936 ini memiliki nama asli Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin.
Perjalanan hidup beliau yang berliku-liku mulai dari masa kecil, ketika menjadi pramugari maskapai penerbangan ternama hingga pernikahannya dengan Diplomat Perancis yang membuahkan dua anak, ditulisnya detil dalam buku-buku seri cerita kenangan yang ditulis dalam 15 bukunya. Duh, jadi pengen punya buku Eyang lengkap! Aku baru punya bukunya 5 buah.
Diskusi berjalan gayeng |
Perjalanan hidup beliau yang berliku-liku mulai dari masa kecil, ketika menjadi pramugari maskapai penerbangan ternama hingga pernikahannya dengan Diplomat Perancis yang membuahkan dua anak, ditulisnya detil dalam buku-buku seri cerita kenangan yang ditulis dalam 15 bukunya. Duh, jadi pengen punya buku Eyang lengkap! Aku baru punya bukunya 5 buah.
semoga kami bisa produktif berkarya seperti Ibu |
Banyak hal yang bisa kita pelajari dari seorang NH Dini.
Selain buku-bukunya yang long lasting, tak lekang oleh zaman memberi banyak hikmah dan perenungan seperti Namaku Hiroko (1977), Pada Sebuah Kapal (1972), hingga Dari Ngaliyan ke Sendowo (2015). Ia juga mengajarkan kesabaran, rasa syukur dan kemandirian hidup. Eyang tetap produktif berkarya dan mengikuti berbagai acara.
NH Dini memiliki sepasang buah hati, Pierre dan Lintang yang kini menetap di luar negeri. Lintang di Kanada dan Padang di Paris.
Hore-hore di peluncuran buku NH Dini |
Beliau memilih tinggal di Panti Wreda agar lebih praktis dan tidak repot mengurus rumah. Ketika putra beliau, Pierre Louis Padang terkenal sebagai sutradara Minion dan Despicable Me, banyak media menuliskan betapa malang nasib NH Dini. Sakit dan terlunta-lunta di usia senja, tidak dihiraukan anak-anak beliau.
Kenyataannya, Eyang NH Dini dalam keadaan sehat, sering berkomunikasi dengan kedua putra-putrinya. Buku Gunung Ungaran ini menceritakan keakrabannya dengan kedua anak, menantu dan cucunya.
Bagaimana ia bangga ketika mengetahui Padang membuat Minion dan rela antre dua jam untuk menontonnya di Citraland.
"Ya, tetap saja usia tua tidak bisa berbohong," kata beliau terkekeh.
Karena vertigo, Eyang NH Dini tidak bisa pergi lama-lama. Ia harus berbaring setelah duduk berjam-jam.
Beliau punya jadwal hidup yang teratur. Makan dan tidur pada jam atau waktu yang sama. Ketajaman pikirannya tidak diragukan lagi, walau ia sudah sepuh.
Beliau punya jadwal hidup yang teratur. Makan dan tidur pada jam atau waktu yang sama. Ketajaman pikirannya tidak diragukan lagi, walau ia sudah sepuh.
Ingatan filmis yang ia syukuri sebagai anugerah dari Tuhan, sangat membantunya menulis buku terutama seri cerita kenangan lebih detail.
Menurut beliau, hanya dengan membaca sebuah kalimat di diarinya misalnya, ia dapat mengingat sebuah peristiwa puluhan tahun lalu dengan detil. Misalnya dalam suatu pesta, siapa saja tamaunya, apa yang dihidangkan, baju apa yang dipakai para tamu dan lainnya. Wow.
Menurut beliau, hanya dengan membaca sebuah kalimat di diarinya misalnya, ia dapat mengingat sebuah peristiwa puluhan tahun lalu dengan detil. Misalnya dalam suatu pesta, siapa saja tamaunya, apa yang dihidangkan, baju apa yang dipakai para tamu dan lainnya. Wow.
Groupies NH Dini yang heboh |
Tapi, tentu saja, ingatan filmis bukanlah utama. Yang utama adalah bagaimana merangkai potongan-potongan kejadian, peristiwa dan hal-hal yang ia amati menjadi sebuah cerita utuh.
Eyang NH Dini juga rajin mencatat segala peristiwa di dalam buku diarinya. Buku inilah jadi sumber inspirasi dan ide-idenya. Juga jadi bahan tulisannya. Segala hal di sekelilingnya bisa menjadi sumber cerita, sumber inspirasi.
Eyang NH Dini juga rajin mencatat segala peristiwa di dalam buku diarinya. Buku inilah jadi sumber inspirasi dan ide-idenya. Juga jadi bahan tulisannya. Segala hal di sekelilingnya bisa menjadi sumber cerita, sumber inspirasi.
Ingatlah hari inii |
Buku diari menjadi bahannya menulis buku, mengaitkannya dengan berita atau peristiwa yang ia baca di koran atau TV. Seri Cerita Kenangan merupakan cerita yang sudah dipilah-pilah Eyang untuk ditampilkan.
"Penulis harus jeli dan peka terhadap sekelilingnya," ujar beliau.
Jadi saat ada peserta acara bertanya bagaimana untuk menumbuhkan semangat terus menulis, beliau sarankan beli buku tulis tebal untuk dijadikan buku harian. Tulislah yang berkesan atau menyentuh hatimu hari itu. Misal, bertemu seorang ibu dan mengobrol tentang pengasuhan anak. Petiklah hikmahnya. Perhatikan hal kecil di sekelilingmu. Bahkan yang nampak remeh dan sepele. Pasti ada artinya.
Jadi saat ada peserta acara bertanya bagaimana untuk menumbuhkan semangat terus menulis, beliau sarankan beli buku tulis tebal untuk dijadikan buku harian. Tulislah yang berkesan atau menyentuh hatimu hari itu. Misal, bertemu seorang ibu dan mengobrol tentang pengasuhan anak. Petiklah hikmahnya. Perhatikan hal kecil di sekelilingmu. Bahkan yang nampak remeh dan sepele. Pasti ada artinya.
"Hanya Ibu Dini yang mampu menuliskan kisah sepele semacam cacing di toilet dengan nemukau," komentar pak profesor disambung tawa peserta.
"Mana ada penulis lain mau mengangkat kisah remeh seperti itu di bukunya?"
Eyang NH Dini menandatangani koleksi buku-buku kami |
Buku Gunung Ungaran sendiri bercerita tentang kehidupan Eyang kurun waktu 2006-2017 ketika ia menetap di Lerep lalu pindah ke wisma lansia di Banyumanik. Ia menceritakan detil kehidupannya di dua tempat peristirahatan itu.
Dalam buku itu juga, Eyang yang gesit masih bepergian naik pesawat ke Jakarta, bercerita pengalamannya diundang Pemerintah Korsel mengunjungi Korea dan bertemu sastrawan Asia lainnya. Ada juga cerita ia menerima penghargaan di Ubud Writers. Juga kesedihannya ditinggal wafat orang-orang tercinta.
Eyang juga menuliskan rasa irinya saat mengetahui Malaysia sangat menghargai jasa sastrawannya. Ketika mencapai usia karir penulisan tertentu, sastrawan di Malaysia mendapatkan gelar Datuk, dan hidupnya terjamin hingga akhir hayat dengan bantuan pemerintah. Duh, beda banget dengan di sini, ya.
Eyang juga menuliskan rasa irinya saat mengetahui Malaysia sangat menghargai jasa sastrawannya. Ketika mencapai usia karir penulisan tertentu, sastrawan di Malaysia mendapatkan gelar Datuk, dan hidupnya terjamin hingga akhir hayat dengan bantuan pemerintah. Duh, beda banget dengan di sini, ya.
Sebelum masuk auditorium pose duluu |
Gayeng banget deh acaranya.
Acara pagi itu dipandu moderator muda yang juga penulis sastra, diisi oleh Eyang NH Dini juga dua profesor, guru besar yaitu Profesor Dr. Suminto Guru besar FBS UNY dan Prof. Dr. Faruk, guru besar FIB UGM, yang gayanya nyentrik. Banyak ilmu dan kebijaksanaan baru yang kami dapat hari itu. Benar-benar acara yang bernas. Jadi pengen kuliah sastra, deh! Huhu.
So, jangan lupa yaa beli Buku Gunung Ungaran, Seri Cerita Kenangan NH. Dini dan dapatkan banyak kebijaksanaan dan kehangatan di sana. Harga bukunya Rp85.000 saja. Sebentar lagi tersedia di toko buku di Indonesia. Yuk, kita dukung Sastrawati Indonesia. Semoga pemerintah lebih memperhatikan nasib sastrawannya. Terima kasih, Eyang! Sehat dan produktif selalu, aamiin..
Photo Courtesy of
Lestari, Winda Oetomo dan
Artie Ahmad
Wow umur segitu ntar aku kayak apa ya? Masih bisa berkarya nggak ya?
ReplyDeleteSudah sepuh tapi masih produktif menulis buku. Duh, keren sekali. Semoga mbak Dew juga tetap produktif menghasilkan karya buku yang diminati para pembaca.
ReplyDeleteNambah wishlist buku nih :D salut sama eyang yang tetap produktif menulis di usia senjanya.
ReplyDeleteSalah satu penulis legendaris Indonesia. Luar biasa, respek!
ReplyDeleteWah mengispirasi sekali bukunya..
ReplyDeleteWaah jadi yang ini buku non fiksi yaaa, jadi tertarik pengen mbaca kisah hidup eyang. Salut banget bs terus produktif berkarya sampai sekarang.
ReplyDeleteEyang NH Dini emang luar biasaaaa. Aku pengen baca bukunya jugaaaaa. Seri kenangan ini kayaknya layak untuk dikoleksi ya
ReplyDeleteTeladan bangetlah eyang ini, bener bener menginspirasi. sudah sepuh masih terus mengeluarkan karya. salut sama beliau
ReplyDelete